Oleh: Dini Koswarini
Aktivis Islam
Indonesia kembali berduka. Bencana alam gempa bermagnitudo 6,1 terjadi di Jawa Timur pada Sabtu, 10 April 2021. Sebanyak 1.189 bangunan rusak bahkan fasilitas umum di 150 titik pun ikut terkena dampak.
Sedangkan untuk korban jiwa, tercatat korban meninggal 8 orang, luka ringan 36 orang dan luka sedang hingga berat sebanyak 3 orang. (Republika, 11/04/21)
Kondisi tersebut berhasil membuat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengeluarkan perintah kepada Kepala BNPB, Kepala Basarnas, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri PUPR serta Panglima TNI dan Kapolri beserta seluruh jajaran aparat terkait lainnya juga pemprov, pemerintah kota, dan kabupaten untuk segera melakukan langkah-langkah tanggap darurat. (INews.Id, 11/04/21)
Baca Juga:Ekonomi Tumbuh, Pengangguran Naik Bukti Gagalnya SistemKompor Listrik, untuk Kemaslahatan Siapa??
Namun apakah langkah tanggap darurat cukup untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya bencana alam susulan?
Sedangkan, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin menekankan pentingnya mitigasi bencana melalui pemanfaatan teknologi. Menurutnya, ini poin penting yang harus mulai diterapkan oleh pemerintah.
“Mitigasi dan sistem peringatan dini yang mengedepankan teknologi digital sudah menjadi keharusan. Penerapan ini penting disosialisasi ke masyarakat,” kata Azis. (Merdeka.com, 11/04/21)
Diperlukannya mitigasi, berkaca dari bencana alam yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) maupun musibah gempa di Kabupaten Malang, Jawa Timur yang menimbulkan banyaknya korban jiwa. Agar bencana alam tidak lagi menimbulkan kemadharatan kepada manusia, maka mitigasi menjadi langkah yang harus diambil oleh Pemerintah.
Namun tentunya Mitigasi berbasis teknologi memerlukan perbaikan, waktu, dan anggaran pemulihan yang tidak sedikit. Sehingga wajarlah rasanya jika Negara dengan sistim kapitalime ini nampak abai terhadapnya, karena mitigasi menuntut Negara untuk mengerahkan seluruh kemampuannya. Hal tersebut tentunya tidak menjanjikan keuntungan yang besar bagi para pemegang modal.
Maka tidak heran, sekalipun sudah 75 tahun merdeka, nyatanya Indonesia belum punya sistem mitigasi bencana yang memadai. (Lokadata, 31/08/2020)
Terbukti, miskinnya mitigasi bencana alam Indonesia tercermin di Jawa, pulau dengan penduduk 150 juta jiwa dan tingkat kepadatan 1.175 jiwa/km2, menjadi salah satu pulau terpadat di dunia. Pulau yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan sosial di Indonesia itu hanya dilengkapi dengan sistem mitigasi ala kadarnya.