Oleh : Lilis Iyan Nuryanti, S.Pd
Komunitas Pena Islam
Tahun ini tahun kedua dilarang mudik, ketika akan memasuki Hari Raya Idul Fitri ditengah pandemi. Benarkah pemerintah benar-benar ingin mengatasi pandemi tanpa basa-basi?
Baru-baru ini dikabarkan Ribuan pemudik yang mengendarai sepeda motor menjebol barikade penyekatan di Jalur Pantura Kedungwaringin, perbatasan Kabupaten Bekasi-Karawang, pada Minggu (9/5/2021) pukul 22.40 WIB. Sampai terjadi kemacetan parah sepanjang 5 kilometer.
Menurut epidemiolog Dr Windhu Purnomo, pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), tidak mengherankan jika petugas penyekatan di beberapa lokasi kewalahan dengan membludaknya pemudik yang nekat pulang.
Baca Juga:Mudik : Antara Tradisi dan PandemikPengalaman Menjadi Pasien Covid-19 Dalam PJJ
Dikatakan Windhu, alasan pemudik nekat pulang kampung di tengah pandemi Covid-19 bukan hanya karena tradisi lebaran yang sudah mengakar.
“Jadi sebenarnya, masyarakat nekat-nekat (pulang kampung) begini karena permasalahannya di komunikasi publik pemerintah,” jelas dia.
“Kebijakan saja, kalau saya bilang dalam bahasa Jawa mlenca mlence. Tiba-tiba berubah kebijakannya.”
Menurutnya, sejak awal seharusnya kebijakan dari pemerintah konsisten, yakni memberi pengarahan tegas tanpa embel-embel atau istilah yang tidak jelas.
Sebagai contoh, pada lebaran tahun 2020, mudik dilarang tapi boleh pulang kampung. Tidak jauh beda dengan tahun lalu, Windhu mengamati kebijakan lebaran tahun 2021 juga tidak tegas dan tidak sinkron.
“Tadinya boleh mudik, kemudian enggak boleh. Kemudian boleh mudik di wilayah zonasi tertentu,” kata Windhu.
“Nah itu juga bertentangan. Apa virus itu bisa membedakan mana pemudik jalan jauh dan dari lokal? Kan enggak bisa.”
Baca Juga:Mudik Kampung vs Mudik HatiMembaca Jejak Digital Segala Urusan: Masa Lalu, Kini Dan Nanti
“Pokoknya ada orang bergerak, entah itu jauh entah dekat dan kemudian berinteraksi, akan berisiko terjadi transmisi (penularan) virus,” jelasnya.
Belum lagi, imbuhnya, kebijakan tentang mudik dilarang tapi berwisata diizinkan. Dari kebijakan-kebijakan tersebutlah yang akhirnya membuat masyarakat bingung dan akhirnya nekat mudik.
“Masyarakat bingung. Saya mau mudik, ketemu keluarga enggak boleh. Tapi orang yang bersenang-senang, piknik, boleh,” kata dia.
Kebingungan masyarakat akan kebijakan pemerintah yang tidak sinkron ini yang akhirnya membuat masyarakat berontak dengan nekat mudik.
“Ini karena pemerintah membuat kebijakan yang paradoksal (bertentangan); tidak sinkron antar sektor, antara pemerintah pusat dan daerah tidak sama,” kata dia.