Memaknai Bulan Syawal 1442 Hijriah

Memaknai Bulan Syawal 1442 Hijriah
0 Komentar

2.Bulan filantropi atau kedermawanan. Selepas puasa , bekas kebaikan masih tertanam di hati dan di penghujung ramadhan umat Islam megeluarkan zakat fitrah untuk membersihkan harta kita serta menyempurnakan puasa kita dan dibagikan kepada yang berhak menerima. Di bulan Syawal ini juga orang gampang untuk berinfak, shadaqah sebagai perwujudan dari sifat takwa. Jadi di hari idul fitri ini disamping waktu untuk bersuka ria, tapi juga penuh berkah dengan berbagi kepada sesama.3. Esensi yang lebih penting lagi adalah bahwa bekas bekas kebaikan di bulan puasa harus dilanjutkan ke 11 bulan berikutnya agar keberhasilan berpuasa sangat nampak dan menjadi berkah bagi lingkungan. Itulah islam menjadi rahmatan lil ‘alamin.

Jika di awal puasa kita sering menggunakan QS(2:183) tentang perintah puasa dan tujuan puasa, maka di penghujung puasa, kita harus mengajukan 2 pertanyaan mendasar yaitu

1. Berhasilkah puasa kita ? dan

2. Kebaikan apa yang sudah kita praktekkan di bulan berikutnya?

Pertanyaan pertama bisa dijawab dengan menggunakan perintah Allah yang tertulis dalam QS Ali ‘Imran:133-136 tentang ciri ciri orang yang bertakwa yaitu : orang yang berinfak baik di waktu lapang maupun sempit, orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain , dan terakhir orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri segera mengingat Allah dan mohon ampun atas dosa dosanya. Bila kita sudah memenuhi 4 kriteria tersebut maka tujuan akhir puasa kita bisa tercapai. Pertanyaan yang kedua, bisa diamati dan dirasakan pada diri kita selama sebulan ke depan dan bulan berikutnya, apakah kebaikan yang dilakukan di bulan ramadhan sudah menjadi karakter kita sehari hari. Bila ya, berarti kita sudah berhijrah karena hidayah Allah swt. Kita tunggu perilaku kita sebelas bulan berikutnya.

Baca Juga:Palestina Diserang Duka Muslim SeduniaMemaknai Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” Bagian ke 10

Evaluasi diri mesti harus dilakukan setiap kita melaksanakan ibadah untuk mengetahui keberhasilan ibadah dan dampaknya terhadap perilaku kita. Merujuk pada QS Ali ‘Imran 133-136 di atas , bahwa makna dari orang yang bertakwa harus mengandung dimensi Ketuhanan dan dimensi social secara bersama sama. Jadi orang yang ibadahnya bagus harus bermanfaat kepada orang lain, harus peduli terhadap sesama. Maka Rosulullah bersabda bahwa Sebaik baiknya manusia adalah mereka yang memberi manfaat bagi orang lain dan Al Qur’an menyatakan sebaik baiknya bekal adalah takwa dan sebaik baiknya pahala adalah surga. Semoga kita diangkat derajatnya oleh Allah swt menjadi orang yang bertakwa. Aamiin.

Laman:

1 2
0 Komentar