Oleh Ruri R
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Kalahnya Indonesia atas Brasil pada kasus sengketa perdagangan yang digawangi oleh WTO mengancam industri peternakan di dalam negeri, yang memaksa Indonesia untuk membuka impor ayam dari negara tersebut.
Selama ini produksi ayam baik broiler maupun layer atau petelur di dalam negeri telah mengalami surplus. Swasembada ayam telah berhasil diraih dalam beberapa tahun terakhir. Jika pasokan impor masuk diyakini stabilitas industri perunggasan dalam negeri akan terganggu.
Menyikapi hal di atas, kekhawatiran pun mulai dirasakan oleh para pelaku usaha. Dilansir dari sebuah Iaman Bandung Raya hari Senin tanggal 03 Mei 2021, Tisna Umaran selaku kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, meminta kepada pemerintah pusat untuk dapat mengatur mekanisme impor daging ayam potong. Karena ketika daging ayam impor masuk dan membanjiri pasar disaat produksi ayam dalam negeri melimpah, bisa menyebabkan anjloknya harga jual.
Baca Juga:Kebijakan Penguasa Merugikan RakyatWasiat Ki Kihadjar Dewantoro Bagian 11 “Kontinuitas”
“Jika benar impor akan diberlakukan maka harus dibenahi dulu mekanisme distribusinya, jangan sampai hal tersebut mengakibatkan jatuhnya harga di dalam negeri”. Demikian diungkapkan oleh Tisna disela kunjungan Wakil Bupati Bandung, Sahrul Gunawan ke kantor Dinas Pertanian Kabupaten Bandung.
Kekhawatiran para pengusaha ataupun apa yang diungkapkan oleh Tisna, bukan tanpa alasan. Siapa yang bisa melindungi para pengusaha selain pemerintah? Namun sayang pemerintah pun seakan tak berdaya untuk menolak keputusan badan perdagangan dunia (WTO) yang berkeinginan untuk membuka pasar bebas seluas-luasnya.
Dampak buruk bagi masyarakat akan terjadi persaingan harga di pasar, akan saling menjatuhkan satu dengan lainnya karena banyaknya pasokan. Jika harga daging impor rendah, sementara pasokan dalam negeri tidak mampu mengimbanginya, disebabkan harga pakan yang tidak murah, maka para peternak akan terancam gulung tikar.
Kebijakan impor ternyata tidak lagi berdasarkan karena kebutuhan dalam negeri, tapi semacam kebijakan global yang dipaksakan, yang akhirnya menyengsarakan rakyat sendiri. Impor yang bisa mematikan usaha rakyat, bukan kali pertama, sudah sejak lama Indonesia dibanjiri barang-barang impor walaupun sebenarnya bisa diproduksi dalam negeri sendiri. Namun apa daya, Indonesia yang sudah masuk perangkap negara-negara penjajah kapitalis dengan sihir pasar bebasnya tidak memiliki kemampuan untuk menolaknya.