Politik pasar bebas bertujuan menghentikan campur tangan negara dalam perdagangan internasional, termasuk menghilangkan penetapan tarif untuk barang impor, sehingga barang-barang bisa leluasa masuk dan keluar dari satu negara ke negara lain. Karena tidak ada campur tangan negara logikanya pemberian subsidi untuk produk dalam negeri bisa dikurangi bahkan dihilangkan.
Andaikan barang impor itu murah dan berkualitas, secara pasti barang dalam negeri akan ditinggalkan. Persaingan yang tidak seimbang antara negara maju dengan negara berkembang jelas akan mengalahkan negara berkembang. Maka pantaslah pasar bebas bukan ditujukan memajukan ekonomi dunia, tapi memasarkan produk negara kapital kuat di negara-negara yang potensial dari sisi jumlah penduduknya. Produk yang melimpah hasil dari kemajuan teknologi negara-negara maju membutuhkan pasar yang luas.
WTO sebagai pengganti GATT (General Agrement on Tariff and Trade) sengaja didirikan untuk mengikat negara-negara berkembang di bawah kendali negara-negara kuat. Seluruh anggota termasuk Indonesia dipaksa harus mengikuti seluruh kebijakan yang sudah ditetapkan sebagai konsekuensi dari keanggotaannya. WTO tidak lebih hanyalah dijadikan alat untuk melancarkan penjajahan ekonomi.
Selain dikarenakan keanggotaannya di WTO, lemahnya perekonomian Indonesia dikarenakan menerapkan sistem ekonomi kapitalisme sekular, sehingga tidak akan mampu menciptakan kemandirian ekonomi, sebaliknya semakin terjajah.
Baca Juga:Kebijakan Penguasa Merugikan RakyatWasiat Ki Kihadjar Dewantoro Bagian 11 “Kontinuitas”
Oleh karena itu praktik politik pasar bebas seharusnya ditolak secara tegas, sebab bertentangan dengan hukum Islam. Islam mengharamkan umat Islam berada di bawah kendali dan penguasaan negara-negara kufur, baik ekonomi maupun yang lainnya. Tidak boleh sama sekali memberikan kesempatan kepada mereka menguasai perekonomian negeri-negeri muslim. Allah Swt. menjelaskannya dalam QS an-Nissa : 141 yang artinya:
“… Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.”
Negara-negara maju tidak akan pernah berhenti menancapkan hegemoninya pada negara-negara berkembang, selain melalui lembaga-lembaga internasional juga berupa jeratan utang luar negeri. Faktanya karena utang Indonesia menggunung, tidak mungkin berani menolak kebijakan zalim negara-negara penjajah. Maka kedudukan utang apalagi mengandung riba jelas-jelas diharamkan. Haram karena riba, juga haram karena menjadi sarana mendikte negeri-negeri muslim.