Kang Marbawi
Daulat Rakyat
“Apa arti rakyat yang berdaulat, manakala daulat pasar tuan pemodal dan daulat politisi lebih dominan menentukan nasib rakyat?”
Diksi “Rakyat” atau “Kerakyatan” adalah diksi yang sangat kompleks. Realitas sosial “Rakyat” adalah kaum jelatan, tukang pulung, tukang rongsokan, tukang asongan, pedagang angkringan atau pedagang kaki lima, buruh tani, nelayan, pengamen, tukang becak, tukang bakul, kuli angkut, kuli bangunan, supir, supir on line, dan sejuta aktivitas sosial ekonomi golongan bawah lainnya. Pemilik modal dan politisi juga penguasa tak merasa menjadi rakyat. Karena mereka memiliki modal dan kemampuan untuk menentukan nasib rakyat. Tapi mereka menggunakan rakyat untuk mengguk simpati, seolah ”Pro rakyat”!
Diksi “Rakyat” menjadi komoditas para pengambil kebijakan dan para politisi untuk mendulang anggaran. Dalih pun membuncah seolah air bah ketika membuat argumentasi untuk mangail anggaran dari kas negara. Dengan atas nama dan demi “kesejahteraan rakyat” dan segudang argument lain, disemburkan dalam berbagai bentuk. Tulisan, orasi, pidato, seminar, paparan program dan seabrek alat legitimasi lainnya.
Baca Juga:Nyaris Punah, Seni Tradisi Ronggeng Tayuban DipentaskanGara-gara uang Rp20 Ribu, Ayah Tega Aniaya Anaknya hingga Patah Hidung
Ya, diksi “Rakyat” dengan “R” besar menjadi tuah yang sakti. Menangguk anggaran berbuah korupsi dan politik “dagang sapi”. Kata rakyat menjadi komoditas bagi penguasa, politisi, pemodal, pengusaha dan segala yang berkaitan dengan rakyat. Semua berebut untuk mengartikulasikan segala hal yang berkaitan dengan rakyat sesuai dengan kesesuaian kepentingannya.
“Rakyat” adalah komoditas. Sekaligus “Rakyat” adalah konsumen bagi semua kepentingan, ekonomi, politik, budaya, sosial, Pendidikan dan agama. Atas nama “Rakyat” semua orang merasa berhak untuk bicara dan didengar serta dituruti. Sebab berabe jika tak menuruti orang yang mengatasnamakan “Rakyat”. Padahal “Rakyat” yang mana yang dia wakili?
Rakyat adalah kumpulan individu dengan kekhasan masing-masing, diam disuatu tempat, dan memiliki kesamaan budaya, bahasa dan artikulasi simbol sosial yang disepakati bersama. Karena “Rakyat” ini butuh keteraturan, maka diantara “rakyat” itu ada yang berperan menjadi “wakil rakyat”, “pengatur rakyat”, “penguasa rakyat”, “pemerintahan rakyat”, “pelayan rakyat”, “menyatut rakyat”, atau apapun yang penting ada kata “rakyat”. Sebab “rakyat” membiayai mereka semua tanpa kecuali. Terwakili kah mereka?