Di antara beberapa elemen yang tercium kapitalisme ini kerap berputar dalam masalah pajak yang notabene menjadi alat vital kapitalisme. Sehingga dengan modal kecil akan mendapatkan hasil besar. Sayangnya semua ini tidak lagi memedulikan kondisi lingkungan. Tak ayal lagi, di tengah itu semua, keberadaan objek wisata yang telah menjadi industrialisasi ini hanya berfokus untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa melihat apakah hal itu bertentangan dengan Islam ataukah tidak?
Islam mengatur segala aspek kehidupan. Islam yang dijadikan panduan hidup ini akan memperhatikan destinasi wisata bagi warganegaranya dengan syarat terikat hukum syara. Obyek ini bisa berupa potensi alam seperti keindahan alam pegunungan, air terjun, hamparan pantai serta keberagaman flora dan fauna yang berasal dari Sang Maha Indah Allah SWT. Dengan melihat semua ini akan muncul kesadaran akan Kemahabesaran Allah, Dzat yang menciptakannya sehingga semakin mengokohkan iman dan ketakwaan.
Obyek wisata lainnya yang bisa dipertahankan adalah wisata non natural atau kunjungan ke tempat peninggalan bersejarah dari peradaban Islam. Hal ini agar bisa dijadikan sebagai wasilah untuk menanamkan pemahaman Islam kepada para pengunjung. Sehingga dengan hanya melihat peninggalan bersejarah tersebut dari peradaban Islam maka akan tergambar kehebatan Islam dan umatnya pada masa itu, sehingga mampu menghasilkan produk madaniah yang luar biasa. Dengan demikian obyek wisata ini bisa digunakan untuk semakin mempertebal keyakinan dan keagungan Islam.
Baca Juga:Dilema Belajar Tatap MukaKebijakan Galau Rakyat Risau
Namun bagi wisatawan non-Muslim destinasi wisata alam dan tempat bersejarah ini bisa digunakan sebagai sarana untuk menanamkan keyakinan akan Kemahabesaran Allah serta sebagai sarana untuk menunjukkan kepada mereka akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat Islam dan peradabannya. Dengan demikian destinasi ini bisa menjadi sarana dakwah dan di’ayah (propaganda) untuk menumbuhkan keimanan pada Dzat yang menciptakannya, bagi yang sebelumnya belum beriman dan semakin memperkokoh mereka yang sudah beriman.
Lain halnya dengan destinasi wisata yang notabene merupakan peninggalan bersejarah dari peradaban lain, maka Khilafah dalam hal ini bisa menempuh beberapa cara yaitu: Pertama, jika tempat tersebut adalah tempat peribadatan kaum kafir dan masih digunakan sebagai tempat peribadatannya maka obyek-obyek tersebut akan dibiarkan, namun bangunan ini tidak boleh dipugar atau direnovasi jika mengalami kerusakan. Sedangkan ketika sudah tidak digunakan lagi maka obyek tersebut akan ditutup atau bahkan bisa dirobohkan.