Seri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 50 Memaknai sila keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”

Filsafat Pancasila sila keempat
1 Komentar

Bagian ke 4

Kang Marbawi

Ra’in

Pemimpin hadir bukan hanya karena adanya kontrak sosial (social contrac) antara masyarakat di suatu wilayah. Namun lebih dari itu, pemimpin memiliki tanggungjawab moral dan sosial terhadap kesepakatan agung dengan rakyat untuk menjaga dan mewujudkan keadilan sosial dan hukum, mewujudkan kesejahteraaan dan menjaga maqoshid al-asyariah.

Sebab kata rakyat dan pemimpin (ra’in) memiliki akar kata yang sama. Rakyat dan pemimpin (ra’in) dalam bahasa Arab berasal dari akar kata ra’a atau raya’a. Lalu, ra’in atau ra’un untuk pemimpin, dan ra’iyah untuk rakyat. Roin merupakan kata kerja dari ro’a, yar’a yang berarti penggembala atau orang yang diamanatkan sesuatu kepadanya dan ia menjaganya dengan baik. Sedang segala sesuatu yang diamanatkan kepada roin, disebut roiyyatun.

Soal amanah inilah yang menjadi soal. Sebab tidak setiap amanah bisa dilaksanakan dengan amanah. Sering kali pemegang amanah, memaksimalkan amanah untuk kepentingan pribadinya. Bagi pemimpin yang tak amanah, tak mensejahterakan rakyatnya, tak jadi soal. Ini yang harus menjadi soal, bagaimana amanah yang dipegang bisa dijalankan sesuai dengan tujuan diberikannya amanah tersebut.

Baca Juga:BRI Jabarkan Strategi Kembangkan UMKM di UN Compact Leader SummitKlaster Universitas Singaperbangsa Karawang Kembali Bertambah

Amanah diambil dari bahasa arab dalam bentuk mashdar (kata yang menunjukan kejadian) dari amānatan yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia amanah berarti pesan, atau perintah.  Amanah itu merupakan suatu tanggung jawab yang dipikul oleh seseorang atau titipan yang diserahkan kepadannya untuk diserahkan kembali kepada orang yang berhak. Bisa diserahkan setelah usai waktu yang disepakati. Bisa juga ditengah jalan diserahkan atau diambil paksa. Sesuai situasi dan kondisi hubungan mesra pemegang amanah dan yang memberi amanah. Lihat saja dalam kitab suci semua agama. Amanah menjadi bagian dari tanggungjwab yang dibebankan kepada manusia. Sebut saja dalam al-Quran surat Al-Anfaal ayat 27.

Pemimpin atau roin yang mengemban amanah roiyyatun, yang dititipkan oleh rakyat ra’iyah, memiliki tanggungjawab untuk mengemban demi kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Tak amanah, maka amanah tersebut bisa dicabut kembali atau diambil kembali melalui mekanisme yang telah disepakati (demokrasi).  Inilah kontrak sosial antara pemimpin dan rakyat. Memegang amanah untuk mensejahterakan rakyat, mewujudkan keadilan dan menjaga maqosyid al-syariah. Tidak sekedar mewujudkan general welfare, konsep tentang kebaikan yang meliputi seluruh warga negara tanpa kecuali.

1 Komentar