Tidak terduga sebelumnya, bahwa minyak jelantah atau minyak goreng bekas yang selama ini dianggap limbah sampah tak berguna lagi bagi rumah tangga dan sebagian industri, ternyata saat ini memiliki nilai jual tinggi di pasar ekspor.
Telah diketahui, bahwa minyak jelantah merupakan limbah sisa minyak goreng dari kegiatan menggoreng makanan di rumah tangga maupun hotel, restoran, dan makanan.
Pada tahun 2019 saja, ekspor minyak jelantah Indonesia mencapai 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu Kilo Liter (KL) dengan nilai sebesar USD 90,23 juta. Sebagian besar penggunaan minyak jelantah di negara tujuan ekspor digunakan bagi kepentingan biodiesel.
Baca Juga:JANGAN PHP!!! Pengangkatan Guru Honorer Belum TuntasSiapkan Ruangan Khusus untuk Pasien Covid-19 Bergejala Ringan
Volume Minyak Jelantah
Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo menjelaskan, bahwa volume minyak jelantah atau used cooking oil yang beredar di masyarakat sangatlah besar mencapai 3 juta per ton per tahun.
“Jika dilihat komposisi bahan kimianya minyak jelantah mengandung senyawa zat karsinogenik. Makanya, minyak jelantah ini dapat membahayakan masyarakat. Tapi ada peluang untuk digunakan menjadi biofuel,” kata Bernard, Jumat (25/6/2021).
Bernard Riedo menerangkan bahwa minyak jelantah telah menjadi barang yang bisa diperjualbelikan di masyarakat serta memiliki rantai dagang dari penjual – pengumpul – pembeli – eksportir.
Tetapi di samping itu, kesehatan masyarakat juga tentunya harus diperhatikan dan dilindungi supaya minyak jelantah tidak disalahgunakan untuk didaur ulang kembali menjadi minyak goreng.
“Tren minyak jelantah saat ini banyak diperjualbelikan oleh individu atau masyarakat. Masyarakat juga mulai melakukan pola pengumpulan minyak jelantah dengan tujuan sosial atau market,” ucapnya
Hal itulah, dikatakan Bernard, GIMNI mengusulkan peredaran minyak jelantah haruslah diawasi serta diatur dalam sebuah regulasi khusus. Asosiasi ingin menjalin kerjasama bersama pemerintah serta pihak terkait pengaturan minyak jelantah tersebut.
“Pemerintah harus mengatur tata niaga minyak jelantah atau minyak goreng bekas pakai melalui peraturan khusus untuk melindungi kesehatan masyarakat dan memperoleh nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan,” pungkasnya. (Re/Jni)