PAMANUKAN– Sidang tindak pidana ringan di Pamanukan menghadirkan dua cerita menarik. Pertama, ada salah satu pelanggar yang akan dijatuhi sanksi denda sebesar Rp 200.000, namun di dompetnya hanya ada uang pecahan Rp 20.000 sebanyak 5 lembar serta Rp 50.000 ribu satu lembar.
Sontak, pria tersebut melapor pada hakim dan meminta keringanan. Hakim kemudian memerintahkan orang tersebut untuk memperlihatkan dompet pada penyidik. Penyidik kemudian langsung memeriksa.
“Coba itu tanyakan ke penyidik,” kata Hakim Pengadilan Negeri Subang Aliya Yustitia S.H.
Baca Juga:Singapura Segera Tambah Bantuan Iso Tank dan Liquid Oxygen ke IndonesiaSerbuan Vaksinasi Lanud Suryadarma Tembus 4.200 Orang
Penyidik memeriksa dan membenarkan terkait isi dompet tersebut yang jumlahnya kurang dari Rp 200.000.
“Itu kamu memang tidak bawa uang lagi atau memang sengaja? Kartu ATM punya?,” tanya Hakim dengan nada bergurau.
Kemudian pria tersebut menjawab, “Ada, tapi tidak ada isinya bu,” ucap pria tersebut.
Hakim kembali menimpali dan tak lama memberikan putusan. Pria tersebut dijatuhi pidana denda sebesar Rp 150.000. Pria tersebut bergeser ke meja pembayaran yang diproses oleh pihak kejaksaan selaku ekskutor dalam sidang tersebut. Selesai.
Satu cerita menarik lainnya, saat dua pelanggar dari 25 pelanggar PPKM Darurat diwilayah pintura yang disidangkan adalah dua perusahaan esensial. Perusahaan yang berorientasi ekspor harus menelan pil pahit menerima denda Rp30 juta. Hakim Aliya Yustitia S.H menghukum kedua perusahaan tersebut dengan jenis pelanggaran berbeda.
Pertama, salah satu pabrik pembuat sodetan yang berbasis di Cipeundeuy harus naik ke meja hijau karena sebelumnya saat razia pabrik sedotan tersebut disegel langsung Bupati Subang H. Ruhimat bersama rombongan Forkopimda Subang Senin (12/7).
Sebab, pabrik tersebut kedapatan tak memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI).
Baca Juga:Strategi Bisnis BRI Dorong Pasar Berekspektasi TinggiDiklaim Mampu Bantu Penyembuhan,Varash Banyak Diburu Pasien Covid-19
Dalam keterengan Bupati kala itu dan sesuai aturan yang ada, perusahaan industry yang diizinkan beroperasi selama PPKM harus memiliki IOMKI.
“Perusahaan sedotan ini termasuk sektor esensial karena hasil produksinya berhubungan dengan industry pangan dan berorientasi ekspor, jadi harus memiliki IOMKI. Izin IOMKI yang bersangkutan hanya untuk wilayah Bekasi, sedangkan di sini belum,” kata Bupati Ruhimat kala itu.
Saat sidang, Hakim Aliya juga sempat menanyakan pada perwakilan Supervisor yang hadir terkait pelanggaran apa yang dibuat. Namun Supervisor bernama Bambang T.W yang ada berdalih, bahwa izin tersebut telah dikantonginya.