PURWAKARTA-Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Purwakarta menuntut perhatian Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika terkait kebijakan dalam rangka penyelamatan pemulihan dan penormalan ekonomi di bidang pariwisata, khususnya hotel dan restoran.
Bendahara sekaligus Juru Bicara PHRI Kabupaten Purwakarta Ismail menyebutkan, sejak awal PHRI mendukung penuh kebijakan pemerintah pusat terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat. “Kami yang sejak awal pandemi langsung terkena imbas, masih sabar dan mendukung kebijakan PPKM Darurat. Kemudian, ketika berlanjut dengan PPKM Level 4, di sini kami merasa tak diperhatikan Bupati Purwakarta,” kata Ismail saat ditemui di Purwakarta, Selasa (3/8).
Dirinya mengkritisi kinerja Bupati Purwakarta yang seolah hanya melakukan copy paste kebijakan pusat. “Mengapa demikian? Apakah Purwakarta dianggap bukan daerah tujuan wisata sehingga sektor ini dipandang sebelah mata? Apakah disamakan dengan Karawang sebagai daerah industri?” ujarnya.
Baca Juga:Pandemi Tak Surutkan Semarak Peringatan HUT Kemerdekaan RIPengabdian Tanpa Batas Hj Rusmiati Ditengah Pandemi Covid-19
Jangan sampai, kata Ismail, aksi pengibaran bendera putih seperti di Bandung, Garut, Sukabumi, dan Cianjur juga terjadi di Purwakarta. Padahal, lanjutnya, PHRI telah berkontribusi aktif dalam menerapkan protokol kesehatan 5M dan 3T untuk memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan. “Kami terlibat dalam program sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, Enviroment (CHSE) Kemenparenkraf. Termasuk, mendukung percepatan vaksinasi. Kami juga selalu siap berkolaborasi dalam menyampaikan kondisi terkini dan solusi atas dampak yang dirasakan pelaku usaha hotel dan restoran,” kata Ismail.
Kemudian, kata dia, faktanya industri hotel dan restoran kini semakin terpuruk imbas pandemi Covid-19. Ini di antaranya diakibatkan penyekatan jalan yang menutupi akses ke destinasi hotel maupun restoran. Selain itu, tutupnya hotel dan restoran menyebabkan terjadinya PHK dan karyawan yang dirumahkan. “Banyak pula terjadi pembatalan pesanan, baik kamar maupun kegiatan yang sudah terencana. Termasuk juga pengembalian down payment (DP) ke konsumen. Ini juga seiring dengan tidak diperbolehkannya layanan Meeting, Incentive, Conference, dan Exhibition (MICE),” ucapnya.
Belum lagi, kata Ismail, penurunan tingkat hunian hotel, di mana per Juli kemarin rata-rata di bawah 5 persen. Lalu, tidak diperbolehkannya dine in serta penutupan mall atau pusat perbelanjaan yang memaksa ditutupnya restoran yang ada di mall tersebut. “Dari berbagai dampak tersebut, berakibat terjadinya penurunan income secara drastis bahkan hingga ke titik nol. Sehingga juga berimbas kepada beban perusahaan seperti gaji karyawan, tagihan PLN, iuran BPJS, pajak, dan lainnya,” kata Ismail.