Berkarya di Tengah Keterbatasan
Aep Saepudin (40) warga Kampung Sukamaju, RT 11 RW 06 Desa Pasawahan, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta ini boleh jadi menginspirasi masyarakat, khususnya di Purwakarta.
Betapa tidak, Aep yang difabel daksa ini tak menyerah pada kondisi fisiknya yang tak sempurna. Dirinya bahkan mampu menghasilkan karya istimewa dengan memanfaatkan limbah atau barang-barang yang sudah tidak terpakai.
LAPORAN, Adam Sumarto Purwakarta
Ya, Aep yang tak bisa berjalan normal dan harus menggunakan bantuan kruk sejak kecil ini, bisa menyulap bambu dan sejenisnya menjadi produk seni kriya. Sebut saja, lampu hias, sangkar burung, hingga miniatur kapal pesiar dan kapal pinisi yang cukup detail.
Baca Juga:Ketua DPRD: Jangan Takut DivaksinTunggakan Pajak Bumi dan Bangunan di Karawang Capai Rp600 Miliar
Ditemui di kediaman sekaligus workshop-nya, Aep pun menjelaskan mengapa dirinya termotivasi membuat berbagai jenis kerajinan tersebut. “Sejak kecil saya selalu diingatkan orang tua untuk tidak menyerah dengan keadaan saya ini,” ujarnya kepada Pasundan Ekspres, Kamis (5/8).
Karena itu, meski di tengah keterbatasan yang dimiliki, Aep tetap ingin berkarya dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain serta memiliki nilai ekonomis. “Dengan begitu, saya bisa hidup mandiri hingga bisa menghidupi keluarga saya sendiri tanpa mengharapkan belas kasih orang lain,” kata Aep.
Awalnya, Aep hanya terampil dalam membuat sangkar burung. Kemudian, Aep terus mengasah kemampuannya dan mulai mencoba membuat berbagai jenis miniatur hingga produk kriya lainnya. “Kalau membuat sangkar burung dimulai pada 2011. Adapun, semenjak pandemi Covid-19 ini saya mulai membuat kerajinan lainnya seperti miniatur kapal pinisi, dudukan lampu, dan lain-lain. Awalnya, hasil kriya yang saya buat belum rapi. Namun terus dipelajari dan coba membuat lagi dan lagi. Hingga akhirnya sesuai dengan keinginan,” ucap Aep.
Berbagai produk kriya buatannya itu lantas diperjualbelikan secara daring ke berbagai kota ataupun melalui teman-temannya. Untuk harganya sendiri berkisar dari yang termurah senilai Rp50 ribu hingga termahal senilai Rp 500 ribu. “Saat ini untuk pembuatan sangkar burung berhenti sementara, jadi fokus membuat beragam kriya lainnya. Untuk sangkar burung saya pernah kirim ke Sumatera, tapi kalau kerajinan miniatur seperti kapal pinisi ini baru di Jawa Barat saja,” ujarnya.