Penyebab Rupiah Bearish Jelang Weekend. Terlihat Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot, Jumat (6/8) berada di posisi Rp14.352 per dolar AS. Nilai tersebut menurun/bearish 0,21 persen apabila dibandingkan dengan perdagangan Kamis (5/8) sore, yaitu Rp14.342 per dolar AS.
Selain itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah pada posisi Rp14.369 per dolar AS, atau melemah dibandingkan posisi kemarin yakni Rp14.342 per dolar AS.
Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan, rupiah melemah disbabkan indeks dollar menguat terhadap mata uang lainnya setelah investor menyatakan menunggu pengumuman laporan pekerjaan AS terbaru.
Baca Juga:Ketua DPRD: Jangan Takut DivaksinTunggakan Pajak Bumi dan Bangunan di Karawang Capai Rp600 Miliar
“Data tersebut dapat memberikan indikasi AS bisa memperketat kebijakan moneternya lebih awal dari Eropa dan Jepang yang prospeknya tampak masih jauh,” ujar Ibrahim di Jakarta, Jumat (6/8).
Penguatan dollar juga didukung oleh adanya pernyataan Wakil Ketua The Fed, Richard Clarida yang menyatakan bahwa kondisi kenaikan suku bunga dapat dipenuhi pada akhir 2022.
Hal tersebut memicu kekhawatiran bahwa pengurangan aset dapat dimulai pada awal tahun ini. Pandangannya digaungkan oleh Gubernur Fed Christopher Waller ketika pemulihan ekonomi dari Covid-19 berlanjut dan pasar tenaga kerja membaik.
Di samping itu, investor juga mencerna data ekonomi AS yang beragam, yang dirilis awal pekan ini, yaitu data pekerjaan non-pertanian ADP berada di 330.000 pada bulan Juli, indeks manajer pembelian jasa (PMI) adalah 59,9, pekerjaan non-manufaktur Institute of Supply Management (ISM) berada di 53,8 dan PMI non-manufaktur ISM berada di 64,1.
Tetapi, investor menyambut baik penurunan klaim pengangguran awal AS, dengan 385.000 klaim diajukan selama seminggu terakhir.
Sedangkan dari dalam negeri, Ibrahim menyebut data pertumbuhan ekonomi Kuartal II-2021 belum memberikan dorongan kepercayaan bagi para investor, sebab mereka masih menunggu langkah pemerintah menjaga pertumbuhan tersebut.
“Sebab, kalau melihat di lapangan bahwa ekonomi benar-benar stagnan. Dan ini bisa terlihat dari tutupnya beberapa perusahaan ritel dan bahkan bangkrut. Kondisi inilah yang membuat ragu kalau pertumbuhan ekonomi di Kuartal III-2021 bisa di 4 persen dan bahkan bisa turun di 1-2 persen. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah yang harus bisa membuktikan bahwa angka 4 persen sudah valid,” pungkasnya. (Fin/Jni)