BEKASI-Salah satu pengurus Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) tidak mempersoalkan lomba yang diadakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Lomba yang salah satu temanya:: “Hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan menurut hukum Islam”, menuai tanggapan beragam dari berbagai kalangan.
Menurut Mahnan, ada sudut pandang yang berbeda di masyarakat terkait lomba tersebut. Hal ini membuat lomba tersebut dipandang kontroversi. Namun realitas sosial di masyarakat memang ada perilaku sebagian kecil oknum siswa, orangtua, guru juga lembaga tertentu yg menolak hormat bendera dan atau menyanyikan lagu kebangsaan. Karena dianggap musyrik dan bid’ah.
“Ada paham-paham yg menganggap hormat bendera adalah kemusyrikan dan memiliki muatan politis tak mengakui eksistensi negara melalui simbol negara. Padahal bendera merah putih adalah simbol negara,” kata Mahnan.
Baca Juga:Kunjungi Jawa Timur, Menteri BUMN dan Dirut BRI Dorong Percepatan Vaksinasi Hingga Pemberdayaan UMKMTerkait TKA dan Jalan ke Pabrik Hebel, Ketua DPRD Purwakarta Intruksikan Komisi 3 dan 4 Lakukan Koordinasi dengan OPD Terkait
Menurut Mahnan dalam pandangan positif terkait lomba dimaksudkan untuk mencari argumentasi dari referensi agama tentang hormat bendera dalam kerangka menguatkan nasionalisme. Lomba ini juga dimaksudkan untuk mendorong masyarakat untuk kembali menguatkan nasionalismenya melalui praktek hormat bendera, upacara bendera, dan menyanyikan lagu kebangsaan.
“Tentu ada banyak kreatifitas lain dalam menguatkan nasionalisme selain dengan soal hormat bendera. Namun semasa pandemic hampir dua tahun ini, lembaga pendidikan tak melakukan upacara bendera,” terang Mahnan
Mahnan juga menerangkan isu aktual terkait pandemic bukan melulu soal ekonomi dan sektor kesehatan. Namun pandemic juga berpotensi melunturkan nasionalisme. Lomba ini menjadi bagian penting untuk mendorong kembali kuatnya nasionalisme, yang relevan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Bagi saya (lomba) ini tidak membenturkan antara nasionalisme/kebangsaan dan agama (islam),. Karena justru khazanah turost (referensi) kitab kuning yang menjadi ciri khas pesantren bisa digali terkait simbol kebangsaan, simbol negara dan bagaimana masyarakat bersikap terhadap simbol tersebut.”terangnya.
Namun demikian, Mahnan mengatakan diskursus ini bagus untuk mengingatkan masyarakat dan komponen bangsa agar bersam- sama “ngopeni” simbol negara sebagai bagian dari nasionalisme. Mahnan mencontohkan bagaimana film-film yang diproduksi Hollywood (United State/US), selalu ada bendera The Star-Spangled Banner (Panji Bertaburan Bintang). Selalu ada bendera US dalam gendre film apapun walau benderanya compang camping.