“Semacam pusat belajar. Di situ banyak anak-anak mujahid yang lagi berperang di Afghanistan. Bapaknya perang, anaknya belajar. Kalau sudah besar, mereka yang akan menggantikan bapaknya berperang,” kata Abu Wildan kepada CLUE.
“Apa yang dipelajari di sana?” kata saya.
“Ya belajar ilmu agama. Juga ada wajib militer. Karena dipersiapkan untuk maju ke front peperangan di Afghanistan,” katanya.
“Teknik militer apa yang dipelajari?”
“Semua kan harus bisa. Menggunakan senjata. Membangun (jembatan), menghancurkan. Kebanyak menghancurkan. Infantri dan lainnya”.
“Berapa lama latihan untuk bisa ditugaskan di front?”
Baca Juga:BRI Kembali Menorehkan Prestasi Internasional Berupa Best Priority Banking, sekaligus Menghadirkan Konsep Baru Priority Center di Tahun 2021Usaha Pangkas Rambut Optimis Kembali Normal
“Itu tidak pasti. Kan dipilih. Saya ini disebut oleh komandan perang, bukan untuk Syahid di Afghanistan. Katanya begitu, ya sudah, bagaimana lagi. Paling saya yang mengantar mujahid ke sana (front),” kata Abu Wildan.
Menurut Abu Wildan, saat itu belum terdengar nama Taliban. Menurutnya kata Taliban ya sebutan-sebutan biasa saja. Tidak menyeramkan. Itu sebutan untuk anak-anak yang belajar. Dalam bahasa Arab.
“Anak-anak mujahid yang belajar inilah kemudian setelah besar yang masuk ke Taliban,” katanya.
Abu Wildan kemudian pulang ke Indonesia setelah 6 tahun berada di perbatasan Afghanistan. Tidak lama kemudian Taliban berkuasa. Hanya sekitar 5 tahun. Lalu di tahun 2001 diserang oleh Amerika. Kekuatan besar yang dulu pernah membantu Afghanistan melawan Uni Soviet.
Kini Abu Wildan mengaku gembira Taliban bisa menguasai Afghanistan. Taliban ya bagian dari bangsa Afghanistan itu sendiri. Ia berharap Taliban bisa memimpin Afghanistan lebih baik. “Dulu memang setelah menang wawasan memenej negara kelihatannya masih kurang. Sekarang kan sudah pintar-pintar. Saya yakin Taliban bisa memimpin Afghanistan lebih baik,” katanya.
Sementara menurut Ulil Absar Abdalla, Taliban bukan pula kelompok ekstremis. Mereka bagian dari rakyat Afghanistan yang tidak ingin Afghanistan dikuasai negara lain.
“Taliban tidak punya idiologi seperti ISIS. Ya mereka menganut nasionalis. Ingin negara mereka bebas dan mereka yang memimpin. Sama seperti dulu kita berjuang ingin Indonesia merdeka,” kata Ulil saat diwawancara tv nasional.
Baca Juga:Bantai Karawang dan Purwakarta, Tim Futsal Putri Kabupaten Subang Optimis Lolos BK PorprovKenapa Perut Terasa Lapar Terus Padahal Sudah Makan? Ini Penyebabnya
Abu Wildan berharap pemerintah Indonesia menguasai kepempinan Taliban di Afghanistan. Sedangkan Ulil meminta para pihak tidak berlebihan menyikapi kemenangan Taliban. Sebab kelompok ekstremis sudah kehilangan momentum global. ISIS sudah bubar.