Kepala daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Begitu menurut PP No 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Di tingkat kabupaten, bararti bupati yang berhak menentukan kebijakan keuangan daerah. Juga menentukan siapa tim penyusun anggaran.
Semuanya harus mengacu kepada program yang akan dijalankan. Mengacu kepada janji politik yang sudah dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Idealnya, semua program di setiap dinas/instansi harus merupakan upaya konkrit dari pelaksanaan janji politik itu.
Maka di situlah letak urgensi APBD. Ia merupakan dokumen yang harus ditetapkan oleh DPRD. Mengapa harus disetujui DPRD? Sebab itu adalah lembaga yang isinya perwakilan masyarakat.
Baca Juga:Pindah Agama Lagi? Nafa Urbach Beri TanggapanInflasi Indonesia Terkendali dan Stabil
Jika DPRD sudah ketuk palu menyetujui, artinya masyarakat sudah setuju bupati dan semua dinas menggunakan uang rakyat untuk kegiatan yang tercantum dalam dokumen APBD. Untuk kepentingan rakyat.
Tapi, tidak serta-merta begitu. Harus diperiksa dulu oleh pemerintah provinsi. Setelah disetujui baru bisa di-undangkan menjadi Peraturan Kepala Daerah tentang APBD. Gubernur punya kewenangan mengevaluasi. Sebab gubernur merupakan kepanjangan tangan presiden. Itulah sebabnya, seorang gubernur dilantik presiden. Berbeda dengan bupati.
Itulah sebabnya, dulu zaman Presiden SBY ada gagasan bahwa gubernur cukup ditunjuk oleh Presiden. Tidak usah ada pemilihan gubernur oleh rakyat. Tapi akhirnya gagal. Sebab kekuasaan itu menggiurkan.
Itulah sebabnya dulu, di zaman kerajaan atau kesultanan, ketika sudah berhasil menguasai daerah maka penguasa langsung menunjuk gubernur wilayah. Sebagai kepanjangan kekuasaan sang raja, sultan atau emir.
Tapi sungguh berbeda nasib APBD Perubahan Subang. Setalah dirapatkan, diperdebatkan, dilemburkan, diinput, dikira-kira (karena isinya asumsi) atau bahasa kerennya prognosis, di-loby atau bahkan saya dengar sudah ada yang di-DP (uang pelicin untuk melobi program), ternyata ambyar. Rungkad!
APBD-Perubahan 2021 tidak jadi. Batal. Ditolak. Tapi istilah Pak Sekda Subang malah ‘belum dievaluasi’ dan disarankan kembali menggunakan APBD (murni) 2021.
Menurut mantan anggota dewan Subang ‘Boby’ Haerul Anwar, sebenarnya tidak ada istilah APBD ditolak. Yang ada adalah APBD dievaluasi Pemprov. Berarti hasil evaluasinya adalah: Pemkab Subang harus menggunakan APBD murni 2021.