Kubra, 55 tahun, biasanya bisa memasak sehari sekali. Tapi kini, saat Taliban sudah berkuasa, hanya bisa memasak seminggu sekali. Yang dimaksud memasak yaitu membuat roti bolani. Makanan khas Afghanistan berisi sayuran.
Kini janda itu hanya punya persediaan tepung roti sedikit lagi. Padahal di gubuk yang ditempatinya ada 8 orang, termasuk dirinya. Anak lelakinya yang sudah berkeluarga tidak punya pekerjaan lagi. Tadinya memungut sisa besi rongsokan untuk dijual.
“Selebihnya kami harus punya keyakinan, Tuhan akan menyelamatkan kami,” kata Kubra.
Baca Juga:Rawan Dijadikan Tempat Balap Liar, Ini yang Dilakukan Jajaran Polres di Subang SelatanMenko Perekonomian Beberkan Transformasi Berbasis Digital dalam Pengembangan Teknologi Industri Kesehatan untuk Mendukung Kemandirian Nasional
Sementara Saliha, perempuan sekitar 40 tahun di Kabul hanya bisa pasrah dengan kondisi anaknya yang baru berusia 4 bulan menderita gizi buruk. Ia membawanya ke RS Anak Indira Gandhi di Kabul. Sulitnya mendapat makanan membuat anaknya dalam kondisi memprihatinkan.
Sejumlah rumah sakit di Afghanistan sudah kolaps. Beberapa tutup karena tidak punya obat-obatan. Penanganan Covid-19 kacau. Beruntung korbannya tidak sebanyak di negara Eropa. Tercatat ada 7.376 kematian karena Covid-19 dari total lebih dari 15 ribu kasus di tahun 2020-2021.
Musim dingin ekstrem jauh lebih mematikan daripada Covid-19. Membuat orang sulit keluar rumah. Padahal persediaan makanan menipis. Jutaan keluarga menahan rasa lapar akut. Data PBB menyebutkan kini 60 persen penduduk Afghanistan dilanda kelaparan atau sekitar 23 juta orang.
Jumlah itu diprediksi akan terus bertambah hingga 97 persen di tahun 2022. Jika terus dibiarkan tanpa bantuan. Jika saat ini penduduk Afghanistan sebanyak 40 juta orang, maka tahun ini diprediksi sekitar 38 juta penduduk dalam kondisi miskin.
Data statistik Asian Development Bank (ADB) menyebut, di tahun 2019 sekitar 60 anak dari 1000 kelahiran setiap tahun tercatat meninggal dunia sebelum menginjak usia 5 tahun. Apalagi di tahun 2020 dan tahun 2021.
PBB mendesak agar masyarakat internasional menyalurkan bantuan. Pakistan, negara tetangga paling setia Afghanistan menyerukan agar Amerika dan negara-negara barat membuka asset Afghanistan yang dibekukan oleh negara-negara Barat.
Sejak Taliban berkuasa pada Agustus lalu sekitar Rp135 triliun uang Afghanistan dibekukan. Bantuan dari IMF pun dihentikan. Padahal, 80 persen APBN Afghanistan adalah dana bantuan dari asing.
Baca Juga:Akhir Pekan, Lapang Bintang Subang yang Dilengkapi Track Lari Berwana Pelangi Dipadati WargaVideo 61 Detik Diduga “Mirip” Nagita Slavina Ternyata Hoaks? Ini Penjelasannya
Kini Taliban yang berkuasa kesulitan. Tapi enggan menunjukkan ke dunia internasional. Ingin terlihat seolah baik-baik saja. Sulit menemukan pernyataan resmi pemerintah Afghanistan yang meminta bantuan internasional.