Perang Rusia Ukraina, Vladimir Putin Siap Stop Operasi Militer Ini Syaratnya

Perang Rusia Ukraina, Vladimir Putin Siap Stop Operasi Militer Ini Syaratnya
0 Komentar

MOSKWA– Perang Rusia dan Ukraina sudah berlangsung sejak 24 Februari lalu. Sampai pekan ini, tanda-tanda gencatan senjata belum ada akan berhenti.

Namun belakangan ini, Pers Rusia mengumumkan jika Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, operasi militernya di Ukraina bisa disetop asalkan Kyiv berhenti melawan dan memenuhi tuntutan Moskwa.

Disebutkan Pers Rusia hal tersebut diungkapkan Putin saat berbincang via telepon dengan presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Baca Juga:Airlangga Beberkan Pemerintah Siapkan Rp 11,9 T untuk Perpanjang Subsidi KUR Hingga Desember 2022Daftar Korban Tembakan KKB Total Ada 8 Orang, Salah Satunya dari Subang

“Vladimir Putin menginformasikan tentang kemajuan operasi militer khusus untuk melindungi Donbass, menyampaikan pendekatan dan penilaian utama dalam konteks ini, menjelaskan secara rinci tujuan dan tugas yang ditetapkan,” kata Kremlin dilansir dari media Rusia pada Minggu (6/3).

Seperti diketahui sebelumnya serangan Rusia kemudian dimulai dengan ledakan di sejumlah kota di Ukraina, termasuk Kyiv, Odessa, Kharkiv dan Mariupol. Hingga saat ini ketegangan masih berlangsung.

Latar Belakang Rusia VS Ukraina

Sebenarnya, dulu Ukraina “rapat” dengan Rusia. Namun pemimpin Ukraina yang sekarang lebih dekat ke Barat dan ingin menjadi bagian NATO.

Padahal ketika Perang Dingin terjadi, sebelum 1990, orang-orang Ukraina dan Rusia bersatu dalam sebuah negara federasi bernama Uni Soviet. Negara komunis yang kuat di zaman itu.

Uni Soviet setelah Jerman kalah dan PD II selesai, memiliki pengaruh di belahan timur Eropa. Tak heran jika negara-negara di benua Eropa bagian timur juga menjadi negara-negara komunis.

Pada 1991, Uni Soviet dan Pakta Warsawa bubar. Di tahun yang sama, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum.

Presiden Rusia Boris Yeltsin pada tahun itu, menyetujui hal tersebut. Selanjutnya Rusia, Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).

Baca Juga:Lucky Heng Kritik Keras Brand Indonesia yang Klaim Ikuti Paris Fashion Week 2022Airlangga Hartarto Paparkan Arahan Presiden Soal Karantina Jemaah Umrah dan PPLN Hanya Berlaku Sehari

Namun perpecahan terjadi. Ukraina menganggap bahwa CIS adalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara di bawah Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet.

Pada Mei 1997, Rusia dan Ukraina menandatangani perjanjian persahabatan. Hal tersebut adalah upaya untuk menyelesaikan ketidaksepakatan.

Rusia diizinkan untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis di Krimea Ukraina. Rusia pun harus membayar Ukraina biaya sewa karena menggunakan Pelabuhan Sevastopol.

0 Komentar