“Kami PKK berkomitmen menjadi ujung tombak percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Jejaring PKK ada 1,4 juta. Kita ada di dalam TPK sekitar 37.164 bersama dengan para bidan, termasuk juga dari para KB. Kemudian kita juga ada yang namanya kader posyandu. Ada sekitar 380 ribu kader, dan ada 52 ribu posyandu. Jadi ini jejaring yang akan bergerak bersama menjadi mitra terdepan di lapangan,” jelas Atalia.
Utamakan Prekonsepsi daripada Prewedding
Dalam sambutannya yang disampaikan secara virtual, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengungkapkan stunting merupakan masalah serius mengingat sekitar 2-3 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) “hilang” per tahun akibat stunting. Dengan jumlah PDB Indonesia pada 2020 sekitar Rp 15 ribu triliun, maka potensi kerugian akibat stunting akan mencapai Rp 450 triliun. Sebuah kerugian yang sangat “fantastis”. Karena itu, stunting memerlukan penanganan serius dan berkesinambungan di berbagai tingkatan.
“Keberadaan 37.184 TPK yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat, jika dioptimalkan akan menjadi kekuatan besar dalam upaya percepatan penurunan stunting. Jika disetarakan dengan jumlah sumber daya manusia, keberadaan TPK tersebut sama dengan 111. 552 orang,” ungkap Hasto.
Baca Juga:Menko Airlangga Apresiasi Brand Kopi Lokal yang Melantai di Lantai Bursa dan Menguasai Pasar Luar NegeriCerita Maret Bersejarah di Subang, Tonggak Kemerdekaan Indonesia (Bagian 2)
Hasto yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional menjelaskan, TPK yang terdiri dari unsur bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader tim penggerak PKK, kader keluarga berencana atau kader pembangunan lainnya tugasnya sangat strategis dalam upaya penurunan dan pencegahan stunting. Tugas TPK selain meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitas pelayanan rujukan dan fasilitas penerimaan program bantuan sosial juga bisa mendeteksi dini faktor risiko stunting, baik secara spesifik dan sensitif.
“Tentu saja, TPK harus berfokus kepada sasaran pendampingan keluarga yang mencakup calon pengantin, ibu hamil, pasca persalinan dan anak-anak usia balita. Yang tidak kalah pentingnya adalah mengubah mindset para calon pengantin untuk memprioritaskan prekonsepsi ketimbang prewedding. Pemeriksaan lingkar lengan, lingkar badan, tinggi serta barat badan dari calon mempelai sebagai prasyarat untuk pernikahan sangat penting untuk mencegah kehamilan yang berpotensi stunting,” tutur Hasto.
Sementara itu, Deputi KBKR BKKBN Eni Gustina menjelaskan, BKKBN memberikan perhatian besar pada Jawa Barat. Alasannya, meski prevalensi stunting Jawa Barat relatif sama dengan nasional, namun jumlah absolut balita stunting sangat besar. Jawa Barat berada dalam lima besar provinsi dengan jumlah absolut stunting tertinggi di Indonesia. Eni berharap keberhasilan Jawa Barat bisa memberi daya ungkit besar bagi nasional.