LA GALIGO

Filsafat Pancasila sila keempat
0 Komentar

Pojokan 100

Sir Thomas Stamford Raffles, dalam bukunya The history of Java (1817) menulis tentang La Galigo:

“La Galíga, yang dikatakan putra Sawira Gáding, dianggap sebagai pengarang kisah Sawira Gáding, sejenis syair kepahlawanan yang dibacakan dengan suara bernyanyi. Setelah setiap lima suku kata ada jeda. Irama terdiri dari daktilus diikuti oleh trokhe […]. Dia satu-satunya pengarang yang namanya diketahui secara umum; dan semua buku, termasuk yang paling modern, yang cara tulisannya sama, dinamai Galíga pula, walaupun istilah itu sebetulnya hanya dapat dipakai untuk kisah tentang pahlawan yang diperkirakan hidup sebelum masa anarki selama tujuh generasi yang ada di Bóni –(Bone).”

Adalah Benjamin Frederik Matthe, Pada tahun 1847 diutus ke Indonesia oleh Nederlandsch Bijbelgenootschap (NBG, Lembaga Alkitab Belanda), dengan tujuan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa setempat.

Baca Juga:Harga Bawang Merah Makin ‘Perih’, Naik Jadi Rp50.000 per KilogramBangbang Supalar: Harus Libatkan Konsultan untuk Urus Persetujuan Bangunan Gedung

Bertahun-tahun tinggal di berbagai daerah di Sulawesi Selatan, untuk memelajari memahami bahasa dan tradisi masyarakat Bugis ini, mengantarkan Matthes kepada sebuah tradisi lisan masyarakat Bugis. Tradisi lisan agung itu menuturkan sebuah cerita yang tak pernah putus akhir, La Galigo. Seperti jaring laba-laba, pada setiap tokohnya memiliki latar cerita yang saling berkait.

Sebuah tradisi lisan yang tak terlalu diyakini Matthes. Sebab Matthes masih berkacamata akademik ala Barat, dimana tradisi tulisan menjadi referensi utama dibanding tradisi lisan.

Juga mempertemukan Matthes dengan seorang bangsawan Bugis, yang terasing di Makasar, Colliq Pujié. Retna Kencana Colliq Pujié Arung Pancana Toa Matinroé ri Tucaé. Seorang bangsawan Bugis Melayu kelahiran tahun 1812 dan meninggal pada tanggal 11 November 1876.

Colliq Pujié lah yang menyunting naskah Lontarak Bugis kuno, La Galigo, setebal 2850 halaman. Masyarakat Bugis menyebut juga Sureq Galigo, La Galigo, Sureq Selleang atau Bicaranna Sawerigading. La Galigo adalah salah satu karya sastra terbesar di dunia. Dengan jumlah ‘baris’ yang paling kurang 225.000, karya sastra Bugis itu lebih panjang daripada epos bahasa Sanskerta Mahabharata, yang jumlah barisnya antara 160.000 dan 200.000. La Galigo merupakan epos tertulis yang terpanjang dalam sastra dunia.

0 Komentar