ADA Jalan Mas Trip, tapi tidak ada Jalan Dik Trip atau Mbak Trip. Kelihatannya tidak adil, tapi tidak ada yang keberatan.
Persoalan baru muncul ketika nama Jalan Mas Trip itu dihapus. Diganti dengan Jalan Prabu Siliwangi. Salah satu yang ikut protes adalah seorang wartawan, dekat dengan saya, Nanang Purwono.
Nanang memang mencintai sejarah. Gara-gara ikut protes inilah Nanang dekat dengan keluarga keturunan Mas Trip. Salah satunya seorang wanita, anak angkat istri Bung Karno yang ke-6: Hariyatie.
Baca Juga:Viral Lukisan Sungai Aare, Ridwan Kamil Beli dengan Harga Rp.10 JutaBelum Lunasi Biaya Rumah Sakit, Seorang Ibu di Purwakarta Ditahan Walau Bayinya Meninggal!
Sang anak angkat bukan anak angkat biasa. Dia masih keponakan Hariyatie sendiri. Enny, si anak angkat itu, masih anak dari kakak Hariyatie sendiri.
Salah satu rapat untuk memprotes penghapusan Jalan Mas Trip itu di rumah Enny, di Jalan Cipunegara, Surabaya. Nanang terperangah. Kok ada surat tulisan tangan ditaruh di pigura. Untuk hiasan dinding. Di rumah Enny. Tulisan tangan itu sangat dikenal Nanang. Juga dikenal oleh jutaan orang Indonesia: itulah tulisan tangan Bung Karno.
Nanang pun –terakhir menjabat direktur dan Pemred JTV–mendekat ke dinding. Ia mengamati tulisan itu. Ups. Itu surat cinta. Surat cinta Bung Karno kepada Hariyatie
Dasar wartawan, Nanang mewawancari Enny. Ia tidak menyangka ”kesasar” ke rumah seorang yang bisa jadi sumber tulisan yang menarik.
Nanang pun menggali lebih jauh soal surat cinta itu. Ternyata tidak hanya satu. Tidak hanya yang dipajang di pigura itu. Masih banyak yang lain. Semua disimpan di dalam album khusus. Lalu diamankan di dalam lemari.
Di ulang tahun Bung Karno ke-121 tanggal 6 Juni lalu Nanang menuliskan temuannya itu di blog pribadinya. Saya pun tertarik dengan tulisan itu. Lalu bertanya pada Mas Nanang lebih banyak lagi. Ia pun tidak keberatan mewawancarai Enny sekali dua kali lagi.
Nanang berpendapat penghapusan nama Jalan Mas Trip Surabaya itu sama dengan tidak menghargai sejarah perjuangan bangsa. Di jalan itulah tiga tentara pejuang tewas dibunuh Belanda. Mereka adalah pejuang yang mempertahankan Surabaya. Agar jangan jatuh ke tentara Belanda lagi.