Kehidupan kita sudah menjadi pusaran algoritma. Apapun aktivitas, ucapan dan gerak jari ini, terenskripsi dalam sistem algoritma. Yang memantau dan melaporkan apapun. Tak ada kesendirian yang hening dan ruang diri. Tak sadar kehidupan kita diatur oleh pusaran algoritma digital teknologi. Melahirkan evolusi pagan baru dalam ritual wajib penggunaan artificial intelegence (AI) berupa hand phone dan perangkat digital lainnya. Tak terpisah dan menghamba pada adiksi melihat etalase kehidupan maya dalam genggaman. Mengaburkan kehidupan nyata.
Kehidupan maya yang mengaburkan kepekaan sosial dan menumpulkan nurani. Padahal hidup adalah harus mencapai sebuah kesadaran (post critisisme). Kesadaran akan diri untuk memberi manfaat kepada kehidupan. Kesadaran akan adanya entitas dan lingkungan yang perlu mendapat perhatian. Kesadaran untuk menguatkan kepekaan spriritual, sosial, dan kebangsaan. Menjadi sebuah keharusan untuk memanfaatkan hegemoni algoritma dalam berbagai bentuk AI, untuk menguatkan ideologi Pancasila, kepekaan nurani, spiritual, sosial dan kebangsaan.
Ideologi Pancasila butuh algoritma. Sebab ideologi adalah barang ghaib yang harus menjadi sebuah kepercayaan dan keyakinan tanpa harus bertentangan dengan keimanan. Sebab Pancasila tak bertentangan dengan agama apapun. Algoritma adalah perangkat dunia maya-dunia ghaib, yang tak tersentuh namun bisa dirasa dan dimanfaatkan. Juga memberi pengaruh besar terhadap laku lampah dan aktivitas kehidupan manusia. (*)
OLEH: Kang Marbawi,