Hegemoni algoritma

Filsafat Pancasila sila keempat
0 Komentar

Pojokan 114

 

Ukurannya tidak lebih dari 5,42 inci. Walau ada juga yang lebih besar ukuran layarnya. Konon semakin lebar, semakin canggih dan mahal. Tergantung merek-nya. Benda yang sudah menjadi teman tak terpisahkan dan seolah terpenting dalam hidup manusia ini betul-betul merubah sistem sosial, budaya, dan kehidupan manusia. Mulai bangun tidur hingga tidur lagi, hampir tak bisa lepas dari benda yang satu ini. Ya, itulah hand phone.

Sebuah benda, “anak kandung” dari teknologi digital yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia modern.  Kemajuan teknologi digital yang memudahkan semua urusan manusia. Kehadiran benda mati namun hidup dan menghidupi serta membuat hidup manusia sejagat ini menjadikan kemajuan disegala bidang yang digeluti manusia. Kehidupan maya yang memayakan kehidupan nyata. Namun demikian, kehidupan yang diciptakan oleh digital teknologi tersebut tak seluruhnya menjadikan kehidupan lebih baik.

Ada kehidupan gelap yang tercipta. Disitulah diperlukan kehati-hatian dalam mengarungi kehidupan maya yang gelap.  Kehidupan yang dibangun dari sistem algoritma canggih, yang memata-matai semua aktivitas digital manusia. Dan mengklasifikasikannya sesuai dengan kebutuhan para komodificer.

Baca Juga:Dari Karyawan Kini Buka Usaha Cilok SendiriSeminar Ramah Lingkungan Menuju Energi Terbarukan

Sistem biner algoritma sendiri diciptakan oleh Abu Ja’far Muhammad Ibn Musa Al Khwarizmi pada 825 M di dalam buku Al-Jabr Wa-al Muqabla. Berasal dari kata algoris dan ritmis.  Algoritme merupakan sederet Langkah-langkah komputansi yang mentransformasukan data masuk menjadi keluaran yang dibutuhkan. Dibarengi dengan perintah logis untuk menyelesaikan masalah yang disusun secara sistematis. Hasilnya adalah cooding pemetaan kebiasaan dan aktivitas pengguna perangkat digital untuk dijadikan komodifikasi. Pemetaan kebiasaan dan kativitas ini dikomodifikasi menjadi “barang dagangan” dan iklan bagi produk-produk tertentu. Pun berita berbagai macam sesuai dengan kecenderungan penggunanya. Apalagi jika pemilik medsos jeli memilih audiensnhya.

Digital teknologi dengan berbagai macam produknya; media sosial dan layanan aplikasi tertentu, seolah etalase bagi komodifikator dan kita. Etalase yang memikat mata dan laku untuk membuka dan mencoba berbagai macam aplikasi yang ada dan menjadi kecanduan. Terikat dan tak bisa lepas. Menyebarkan adiksi laten yang terus menerus disusupkan dalam alam bawah sadar manusia. Sehingga laku lampah, pikiran dan kebiasaan terikat pada prosuk-produk digital teknologi tersebut. Terutama aplikasi media sosial.

0 Komentar