Tepo Seliro Bukan Sekedar Toleransi, Tepo Seliro adalah Salah Satu Inti Nilai Kemanusiaan

Pojokan
Pojokan
0 Komentar

OPINI – Di atas jok BMW (bebek merah warnanya) Motor Honda 70, anak lelakiku bercerita tentang teman-temannya yang dibuly. Peristiwa yang selalu ada dan terulang di lembaga pendidikan kita. Sekaligus salah satu dosa dari tiga dosa warisan (kekerasan seksual, intoleransi dan bully) yang diakui oleh Mas Menteri Nadiem.

Di atos jok BMW itu kemudian terkenang beberapa puluh tahun silam, ketika saya seusian anak lelakiku, ngobrol dengan ayah saya. Kenangan yang juga sekaligus disampaikan kepada anak lelakiku. Waktu itu saya bertanya apa itu tepo seliro. Ayah saya menjawab,” Kalau kamu dicubit, sakit tidak? Kalau kamu dikatain jelek, sakit tidak?. “Tidak” jawabku. Itulah tepo seliro atau “ngaji rasa”.

Saya teruskan kepada anak saya, soal pertanyaan itu. Dan soal ikut merasakan sakit atau ikut merasakan suasana yang tidak enak pada apa yang menimpa orang lain, saat ini sudah semakin pudar. Redupnya empati saat ini nyata! Berkuasanya egoisme saat ini maujud. Orang berurusan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Tak peduli dengan kepentingan, perasaan, dan kondisi orang lain.

Baca Juga:PROMO 12 12 SHOPEE! Bagi-bagi Hp OPPO dan Voucher 1 Juta, Buruan Klik di Sini Sebelum Terlambat!Cara Mendapatkan Promo 12 12 2022, Shopee Bagi-bagi Smartphone OPPO

Di atas jok “BMW”, anak lelaki ku bertanya lagi, jadi apa itu tepo seliro?

Tepo seliro adalah soal kepekaan. Kepekaan terhadap orang lain (sosial), lingkungan alam, spiritual dan juga kepekaan terhadap bangsa. Saya mencoba menyederhanakan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Tepo seliro itu berkaitan dengan kerendahan hati. Kerendahan hati yang melahirkan simpati. Simpati sebagai sifat khas manusia, rasa sayanag kepada manusia. Membuahkan empati, memposisikan diri pada posisi orang lain yang sedang kesusahan. Sehingga tepo seliro melahirkan  kemampuan untuk mengendalikan diri. Mengendalikan diri dari mengumbar nafsu kepentingan diri sendiri, mengendalikan diri dari sifat egoisme.

Tepo seliro itu tidak hanya soal toleransi kepada orang lain. Tepo seliro itu soal kerelaan dan kemurahan hati untuk mendahulukan orang lain. Mungkin ini yang akan menjadikan moralitas kesusilaan. Moralitas kesusilaan versus egoisme atau nafsu syabi’ah. Tepo seliro itu juga soal selalu mengasah rasa malu. Malu untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan moralitas kesusilatan dan tatakrama sosial. Konon katanya menurut para bijak bestari, malu adalah salah satu dari kualias kemanusiaan. Dari rasa malu menjadi dasar untuk berbuat kebenaran dan keadilan. Tanpa rasa malu, egoisme dan ketidakadilan akan mengangkangi.

0 Komentar