Pojokan 135, Tirai

Pojokan 135 Tirai, foto: Kang Marbawi
Pojokan 135 Tirai, foto: Kang Marbawi
0 Komentar

Tirai dinding kaca di sebuah gedung tinggi di Jakarta itu, aku buka. Ku lihat kerlip lampu diseantero mata memandang.

Cahaya lampu kendaraan yang meliuk kesana kemari di liku jalanan yang tak lurus, kadang melengkung atau menikung.

Temaram rembulan, bersikeras menyeruak, berusaha bertengger di atap gedung.

Melawan gumpalan awan, yang juga menahan laju kerlip gemintang di langit.

Aku bersyukur.

Untuk semua yang tak bisa ku katakan atau ku hitung.

Ku baca trilogi Soekram-nya Sapardi Djoko Damono.

Baca Juga:28 Rekomendasi Tempat Kopi di Subang Lengkap Tempat Makan Hits Kekinian, Nongkrong sama Pasangan Juga Oke NihSinetron Takdir Cinta yang Kupilih Hari Ini 154, Full Episode Jumat 20 Januari 2023, Lengkap Episode Tadi Malam 153

Soekram, tokoh utama dalam lakonnya, yang berhasil mengintervensi pengarang. Soekram, tokoh yang dikarang, tak tunduk pada kuasa pengarang.

Dia berhasil menentukan sendiri jalan cerita dari trilogi ini.

Soekram, menjungkirbalikan common sense terkait kuasa pengarang.

Juga mengganti peran protagonist dari Samsul Bahri ke Datuk Maringgih.

Berganti tokoh dan peran, antoginis dan protagonist.

Soekram, menjadi paradoks logika protagonist Marah Roesli dalam Novel Siti Nurbaya.

Pun dalam peran kelemahan dan dilemma serta perturutan nafsu untuk memiliki Siri Nurbaya.

Soekram seolah jelmaan kita. Yang ingin memuat lakonnya sendiri.

Tak seperti yang biasa diceritakan, pelakon utama karangan, tunduk pada dawuh pengarang.

Disini, Soekram menentukan sendiri taqdirnya dalam ekosistem trilogi Sapardi.

Soekram adalah aku dalam bentuk nafsu. Yang ingin memaksa pereka cipta semesta.

Untuk sebuah Hasrat yang dibeli dengan gelontoran rayuan kata diulang.

Wirid yang tak menumbuhkan. Tak menyirami hati, justru menggelorakan ambisi. Level kelas pekerja.

Soekram dan aku tidak berdoa.

“Tuhan Yang Maha Pemurah, wahai!

Kami Turuti saja Apa pun Kehendak-Mu

Yang Sepenuhnya bisa kami pahami

Atau yang Sama Sekali Tak Kami Pahami

Yang Harus Kami Terima Kapan Saja

Meskipun Kami Bersuka atau Berduka

Yang Harus senantiasa Kami Syukuri

Meskipun Kami Miskin dan Papa

Meskipun Kami dalam Kelimpahan Dunia

Yang Harus Kami Dengar Baik-Baik

Meskipun di Telinga Kiri Terdengar,”Ke Selatan!”

Meskipun di Telingan Kanan Terdengar,”Ke Utara!”

Tuhan Yang Maha Pemurah, Wahai!”

Pojokan 135, Tirai

Malam itu sama untuk semua, untuk malam yang telah berlalu dan mungkin malam yang akan datang.

0 Komentar