Cara ini membuat perhitungan harga antara satu rumah dengan rumah lainnya bisa berbeda. Apalagi proses appraisal pada pemerintah Presiden Jokowi telah memasukan perhitungan non fisik, artinya penilaian harga ganti rugi termasuk biaya-biaya proses administrasi seperti notaris hingga solatium.
Solatium merupakan perhitungan ikatan emosional terhadap rumah tersebut. Semakin lama warga menempati rumah tersebut maka solatium semakin tinggi. “Harga yang diberikan oleh Appraisal itu harga yang plus-plus. Pasalnya, bukan hanya nilai tanahnya saja yang dihitung, melainkan, nilai-nilai emosional masyarakat juga dinilai oleh appraisal. Jadi itu sangat menguntungkan warga,” kata Ikin.
Sebetulnya, kata Ikin, jika masyarakat tidak puas terhadap besaran nilai harga yang ditetapkan apresial, bisa melakukan gugatan ke pengadilan negeri, sebelum masa 14 hari. Akan tetapi warga tidak menggunakan langkah tersebut. Tapi justru setelah itu timbul ramai tidak setuju soal besaran nilainya.
Baca Juga:Eyelash & Nail Art Bisnis Masa Depan Kaum HawaSejarah Tercipta, Ribuan Umat Lintas Agama Ikut Kirab Kebangsaan Satu Abad NU
Ikin juga menjawab keluhan warga terkait perbedaan dalam pengukuran tanah. Menurutnya, pengukuran luas tanah pada tahapan pengadaan tanah itu tidak sembarangan. Melainkan ada tahapannya tersendiri.
Mulai dari tahapan inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan oleh satgas. Dari melakukan pengukuran, hingga pengukuran dari tanda-tanda batas.
“Jadi bukan mengukur luas. Misal, mengaku luas tanah 4.000 meter persegi, saat diukur, ternyata hanya 3.000 meter. Lalu satgas lainnya terkait data yuridis tadi, misalkan dia punya sertifikat, girik atau akte. Itu semua kita cek,” ujarnya.
Kemudian, hasil dari inventarisasi dan identifikasi tadi, kata Ikin, pihaknya langsung mengumumkan kepada masyarakat di desa selama 14 hari. “Jika pada saat itu masyarakat merasa keberatan atau dirasa ada kekeliruan, akan kita tindaklanjuti, dan jika memang harus dilakukan pengurukan ulang, kita ukur kembali karena itu hak warga,” terangnya.
Warga Kampung Citaman sendiri kecewa atas keputusan Pengadilan Negeri (PN) Karawang terkait jumlah besaran ganti rugi pembebasan lahan ruas Jalan Tol Jakarta Cikampek (Japek) Selatan atau Japek II. Bahkan warga juga beberapa kali memblokade jalan utama Loji-Karawang hingga melakukan aksi demontrasi di depan Kantor Pemkab Karawang. Terbaru aksi blokade jalan pada Rabu (21/12) lalu.(aef/vry)