Jangan dikira, hanya anak keturunan kiai atau yang pernah “gudigan” di pesantren, yang mencitai organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Orang yang tak pernah mesantren dan cuma bisa ngaji “alif ba ta” pun, banyak yang mencintai NU.
Kepada “orang NU biasa” seperti ini, jangan ditanya soal-soal rumit; hukum menyebar berita hoaxs, hukum berdagang di dunia maya atau bagaimana cara memilih pemimpin saat ini.
Baca Juga:Cara Menghilangkan Ketombe Basah, 8 Cara Ampuh Ini Wajib Dicoba untuk Mahkota IndahmuSalep Gatal Kulit Karena Bakteri, Inilah Daftar Salep Ampuh Hilangkan Bakteri Menurut Apoteker Terpercaya!
Seperti rumit dan njilmetnya pertanyaan-pertanyaana yang dibahas di Bahtsul Masail-nya golongan cendikia NU. Baik yang sudah menyandang gelar Kiai atau baru calon Kiai alias ustadz.
Sebab bagi orang NU biasa, hidup itu sederhana dan jangan dibuat rumit bin njlimet alias ruwet. Beranak pinak pada ke-runyaman pikiran dan hidup.
Bagi kebanyakan orang NU biasa, terlalu jauh jaraknya, untuk bisa berhubungan apalagi cangkru’an dengan elit-elit NU yang mentereng segalanya.
Mereka hanya tahu beberapa nama tokoh NU yang sudah wafat saja. Sebab biasa ditawasuli ketika tahlilan.
Nama Gus Dur (KH Abdurahman Wahid) dan Gus Mus (KH Mustofa Bisri), paling dikenal mereka, karena sering “nongol” di TV. Beberapa diantaranya menganggap “wali”.
Orang NU biasa, tak pernah tahu bagaimana sejarah Mbah Hasyim Asy’ari dan para masyayikh berjuang untuk NU. Yang sedikit mereka dengar, bahwa para ulama ini, betul-betul tulus ngopeni umat, santri dan pesantrennya.
Melayani masyarakat yang datang dengan berbagai kebutuhan. Golongan NU biasa dari pencinta NU ini, tak pernah mereka tahu, bagaimana para elit NU entah dulu, sekarang atau seterusnya, pandai berpolitik untuk NU atau untuk dirinya.
Baca Juga:Apakah Carx Street Sudah Rilis di Android? Sudah Donk, Berikut Spesifikasi Minimum untuk Android, Klik IniDaftar Harga Es Teh Indonesia, Teh Viral untuk Penyuka Teh, Cek Harga Terbaru di Sini
Pun tak hirau apakah elit-elit itu, mewaqafkan dirinya untuk NU atau NU diwaqafkan untuk kepentingannya.
“Ra’ nyandak otak-ke”, kata H Subhan, kiai kampung alias imam musolah kecil di salah satu kampung di Bekasi, tempat saya tinggal.
Pojokan 138, NU Biasa
Orang NU biasa ini, juga hanya tahu kalau dia NU, karena dia suka tahlilan, manaqiban dan maulid Nabi. Maka, ketika ada orang yang membid’ahkan kebiasaannya itu, dia hanya bilang,