Kisah Nenek Surni Berusia 70 Tahun Sang Penyiang Ikan Asin

penyiang ikan asin
Nenek Surni (70) buruh penyiang ikan asin di Dusun Terungtum Desa Patimban Kecamatan Pusakanagara. CINDY DESITA/PASUNDAN EKSPRES
0 Komentar

Buruh Wanita Tertua di Terungtum Patimban

Para ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Dusun Terungtum Desa Patimban Kecamatan Pusakanagara, sehari-harinya menjadi buruh penyiang ikan asin. Salah satu buruh penyiang ikan asin yaitu nenek Surni (70), reka diberi upah rendah demi menghidupi diri sendiri.

Setiap hari, nenek Surni harus bekerja sebagai penyiang ikan asin milik warga setempat, mulai dari pukul 06.00 WIB pagi hingga pukul 17.00 WIB. Penghasilan yang diperoleh oleh nenek Surni tidak menentu, tergantung banyaknya ikan asin yang dapat disianginya.

“Kalau hasil tangakapan ikan dari nelayan kalau lagi banyak, sehari bisa 20 kilogram. Tapi kalau sedikit, hanya 10 kilogram. Satu kilonya, saya diupah Rp25.00,” ujarnya.

Baca Juga:Bupati Minta Generasi Muda Contoh Paguyuban Emak-Emak RempongMotif Cinta Segi Empat, Polisi Bekuk Pasutri Pelaku Pembunuhan

Jemari tangan nenek Surni tak henti membersihkan ikan. Satu persatu ikan dari hasil tangkapan nelayan dibersihkan, dibuang kotorannya, kemudian dibilas dengan air bersih. “Ikan-ikan yang udah selesai dibilas, kemudian disusun di atas anyaman bambu untuk dijemur dibawah terik matahari,” jelasnya.

Menurut nenek Surni, pembuatan ikan asin membutuhkan waktu kurang lebih dua hari, apabila cuacanya panas. Jika cuacanya hujan, maka akan membutuhkan waktu yang lama kurang lebih lima hari.

Nenek Surni mengaku, dirinya sudah bekerja menjadi buruh penyiang ikan asin sejak puluhan tahun. Dari suaminya masih mendampinginya, hingga kini suaminya telah berpulang.
“Saya sudah lama kerja jadi buruh. Dari abah masih ada, sampai sekarang abah udah meninggal,” tuturnya.

Menurutnya, bekerja sebagai buruh penyiang ikan asin banyak sukanya. Karena banyak teman untuk sekadar mengobrol, bercanda bersama teman-teman.

“Kalau di rumah sendiri, gak ada kerjaan juga. Kalau di sini kan banyak teman, terus dapat penghasilan juga. Namanya kita orang gak punya, jadi mau kerja apa lagi,” ungkapnya.

Nenek Surni mengaku hidup sederhana sudah cukup baginya. Bisa pulang dengan membawa uang Rp2.500 dirinya sudah bersyukur. “Dari pada saya harus minta-minta uang di jalan mending saya bekerja, karena saya juga masih kuat buat bekerja,” tuturnya. (cdp/vry)

0 Komentar