Pelangi Pers Subang

Pelangi Pers Subang
0 Komentar

Kini, banyak media online yang dibanjiri informasi artikel-artikel ulasan, tips dan memindahkan percakapan di media sosial. Semakin menjauhi praktik menurunkan laporan-laporan mendalam dan ulasan peristiwa. Apalagi berita-berita feature yang naratif dan sastrawi.

Tapi, pengelola media tergiur dengan harta karun pendapatan dari google adsens. Mereka berlomba-lomba memproduksi artikel, menggubah, mengambil sana-sini dan mengolahnya. Agar sesuai dengan teknik search engine optimation (SEO). Ramah pencarian di google. Makin ramah, makin mudah ditemukan dan dibaca. Saat itulah makin besar peluang pendapatan google adsens.

Tidak heran, ada satu dua artikel yang bisa mendulang rupiah dari google adsens yang bernilai belasan hingga puluhan juta. Tentu ibarat durian runtuh. Aneh tapi nyata. Tapi sebaliknya, satu persatu perusahaan media mainstream menghentikan edisi cetak. Mungkin inilah tahun kematian media cetak.

Baca Juga:Jabatan Bupati Subang Berakhir Desember, Sekda Didukung jadi PJ BupatiMan Jadda Wajada Paramadina

Jika tidak menuruti tren itu, maka ancaman kian nyata. Tidak ada pilihan lain. Khususnya di daerah, pasang iklan di website media online belum menjadi kebiasaan para pemasang iklan. Lebih memilih beriklan di media sosial atau mengumumkan sendiri di media sosial.

Dulu, orang ingin menjual rumah, tanah, motor, mengiklankannya di koran. Biasa disebut iklan baris. Kini, orang cukup posting di media sosial. Maka pembeli akan datang.

Ya, inilah kondisis bisnis media saat ini. Apakah ad acara lain? Tetap terbuka. Inilah gaya baru media digital. Media online platform media sosial seperti Narasi.TV yang didirikan Najwa Shihab menjadi alternatif. Tidak mengikuti tren produksi konten teknik SEO. Mengutamakan kekuatan konten editing naskah dan video jurnalistik yang dipublikasikan di media sosial.

Media lainnya seperti Mojok.com, Pinterpolitik, Asumsi dan masih ada lagi, tetap menjaga spirit konten jurnalistik bermutu. Tapi, lagi-lagi waktu akan membuktikan, sejauh mana berkembang dan berinovasi.

Pola lainnya yaitu paid content yang sudah dikembangkan oleh Tempo, Kompas dan media-media besar di negara maju. Jika ingin membaca, maka harus berlangganan. Maka media itu harus memproduksi konten bermutu yang ‘layak jual’.

Jalan lainnya apa? Jurnalis berhijrah menjadi konten creator media sosial; selebgram atau youtuber. Resikonya harus bersaing dengan para pesohor artis. Tapi, setidaknya Deddy Corbuzier bisa membuktikan, Bisa menggeser para artis sekaligus rating tayangan televisi sekalipun. Kuncinya apa: content is king.

0 Komentar