“Hal ini dapat dilihat dari adopsi teknologi yang semakin tinggi dan penetrasi internet yang semakin luas,” ujarnya.
Para pelaku bisnis, ditegaskan Rudi, perlu terus mengembangkan strategi bisnis yang inovatif dan mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang.
“Selain itu, kerja sama dan dukungan dengan pihak-pihak terkait seperti pemerintah, lembaga keuangan, dan asosiasi industri juga dapat membantu mengatasi tantangan dalam menjalankan bisnis di era ekonomi digital,” paparnya.
Baca Juga:Terkendala Anggaran Tangani 149,35 Hektare Kawasan KumuhLomba Nasyid Tumbuhkan Syiar Islam
CEO Backbone Pro, Egi Septiana menuturkan, dirinya bergerak di usaha konvensional sejak 2017 namun, pada tahun 2018-2019, usahanya dikembangkan pada digitalisasi dan kemudian masuk pada tokenisasi hingga saat ini.
Dengan adanya peralihan tersebut, lanjut dia, usahanya banyak menuai kemudahan dan mendapatkan potensi yang berinvestasi hingga jutaan US Dollar. “Jadi intinya mereka membeli token kita, lalu token itu diinvestasikan ke beberapa kandang, baik untuk penambahan scale up daging sapi lalu bagi hasil dengan para pemegang token,” ujarnya.
Sementara itu Nur Islami Javad Chief DEF Sharing Vision, Founder Gajah Crypto, VP Startup Bandung mengungkapkan, bahwa pada akhir tahun 2022 Nasabah digital Banking menembus 80 juta orang.
“Berdasarkan survey kami terhadap 6.985 responden di Indonesia (bit.ly/svoutlook23), QRIS yang terbilang masih baru dari BI, langsung terbang ke 89% menyalip emoney eksisting. Fenomena perkembangan digital life style 5 tahun terakhir terus naik dan semakin intens.
Semua lini kebutuhan masyarakat sudah ada di Ecommerce dan beberapa seperti Pulsa, Tiket, hampir 100% dibeli online. Crypto Blockchain sebagai lifestyle pun mulai terlihat animonya di masyarakat,” paparnya.
Menurutnya, Crypto, Blockchain, Tokenisasi, Metaverse, menjadi salah satu gerbang menuju market global, dimana produk/jasa bisa mencapai audience dengan ‘bahasa’ yang sama. Termasuk Gajah Crypto, bisa connect dengan 52 negara dalam setahun karena peluang itu.
“Berbagai inovasi, kolaborasi global terjadi dari Bandung, bahkan beberapa sempat menjadi top di global chain. Tantangannya ada di time to innovate, time to market, dan network. Modal terkadang tidak menjadi permasalahan, karena Bandung kuat dengan ekosistem kreatifnya. Acara Kadin menjadi alternatif untuk menjalin high quality network, semoga bisa terus manjang kolaborasi adem di Bandung ini amin,” tukasnya.(eko/sep)