PURWAKARTA-Semua jenis teh berasal dari bahan baku atau pohon yang sama. Baik itu teh putih, teh hijau, teh oolong, hingga teh hitam. Yang membedakan adalah tingkatan daun yang dipetik maupun proses pengolahannya. Demikian disampaikan Ichwansyah Wiradimadja (28) kepada Pasundan Ekspres saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Munjuljaya, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta, belum lama ini.
Ichwan, panggilan akrabnya, merupakan seorang petani milenial. Namanya direkomendasikan dan terpilih pada Program Petani Milenial yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Periode 2028-2023, Ridwan Kamil. Sebagai seorang petani milenial, Ichwan mendapatkan pelatihan dan pendampingan metode pertanian yang lebih efektif dan efesien, jejaring, hingga pemasaran.
“Alhamdulillah, Program Petani Milenial semakin memotivasi saya untuk terus berinovasi mengembangkan bisnis teh serta menyejahterakan para petani teh. Ini program hebat dari Pak Gubernur,” kata Ichwan.
Baca Juga:238 Keluarga Desa Pagaden Terima Bantuan BerasPj Bupati Diminta Lakukan Rasionalisasi Anggaran
Dijelaskan Ichwan, semenjak lulus kuliah dirinya diamanahi untuk mengurus kebun teh milik keluarga. Lokasinya di Kampung Legok Barong Desa Pusakamulya Kecamatan Kiarapedes Kabupaten Purwakarta.
Dari luas total 16 hektare, Ichwan mendapat tanggung jawab empat hektare. “Kebun teh ini turun temurun dari kakek saya. Selain saya, ada kakak sepupu saya yang juga mengelolanya,” ujar Ichwan.
Selain kebun teh, kata Ichwan juga ada pabrik pengolahan teh yang dikelola kakak sepupunya itu. “Pabriknya bernama Jaya Makmur. Kami mengolah daun teh hingga kadar airnya berkurang 60 persen,” ucapnya.
Teh yang sudah diolah itu kemudian dipasok ke produsen teh besar sebagai bahan campuran teh celup. “Teh khas Purwakarta itu banyak dicari karena unggul di rasanya yang sepet (kesat),” kata Ichwan mengungkapkan.
Dijelaskan Ichwan, proses panen teh sejatinya dilakukan sepekan sekali. Namun di atur secara bergiliran. Misalnya, hari ini yang di blok A dan bisa dipanen kembali pekan depan. Besoknya yang di blok B yang dipanen, besoknya lagi di blok C, begitu seterusnya hingga kembali ke giliran blok A.
“Jadi panennya dilakukan setiap hari. Adapun dalam sehari produksinya dua ton. Diolah setengah kering di pabrik hingga kadar air berkurang 60 persen. Kalau musim kemarau ini lebih cepat prosesnya,” ujarnya.