Selalu ada kolaborasi antara oligarkh cukong dan oligark politik. Keduanya saling membutuhkan dan bertukar peran. Bahkan secara bersama memerankan keduanya untuk menguasai kebijakan demi mengamankan kepentingan kelompoknya.
Tengok saja setiap perhelatan pemilihan umum legislative (pileg), pemilihan presiden (pilpres), pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur, bupati atau walikota membutuhkan dukungan dari para oligark kaya bahkan super kaya.
Kelindan kesaling membutuhkan antara elit partai politik (oligark politik) membutuhkan dukungan finansial untuk biaya calon kontestasi elected offices yang kian mahal.
Baca Juga:GM PLN Jabar Lakukan Inspeksi, Pastikan SPKLU Siap Layani PemudikPojokan 196, Bulan Terlewat
Sejak Pileg 1999, pilpres 2004, Pilkada 2005 dan seterusnya biaya kontestasi semakin mahal dan terus melambung tinggi.
Tengok saja riset Institute Otonomi Daerah (Otda) menyebutkan bahwa untuk biaya calon pilkada/pemilu 2019; calon anggota legislative (caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota membutuhkan biaya Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. Calef DPRD Provinsi mulai Rp 1-2 miliar.
Caleg DPR RI Rp 1-2 miliar. Sementara untuk calon bupati/wali kota Rp 10-30 miliar, calon gubernur Rp 30-100 miliar.
Dan calon presiden sekitar Rp 5-20 triliun. Itu biaya yang harus ditanggung oleh kontestan, tanpa kecuali. Nah, biaya ini tentu tak bisa ditanggung sendiri.
Butuh gelontoran bantuan dari para oligark kaya dengan kompensasi yang disepakati bersama, jika terpilih.
Dengan berpadunya oligark politik dan oligark cukong, masa depan demokrasi kedaulatan rakyat sebagai sistem dan praksis politik Indonesia akan terancam.
Tak ada lagi Daulat rakyat. Yang ada Daulat Tuan.
Pantas jika jauh-jauh hari sosiolig Jerman, Robert Michles menyajika “hukum besi oligarki” tahun 1911.
Baca Juga:PLN Purwakarta Bersama Jasa Marga Melakukan Pencekan SPKLU di 7 Rest Area Cipularang dan CipaliPLN UP3 Purwakarta Menggelar Apel Siaga Kelistrikan Guna Memastikan Kehandalan Listrik Selama Idul Fitri 1445H
Buka saja bukunya Michles, Political Parties (1911) yang menyebutkan bahwa “kekuasaan oleh elite terbatas (oligarki) adalah hukum besi yang tidak terelakkan dalam negara atau organisasi demokrasi sebagai bagian dari keharusan taktis dan teknis”.
Tiga oligark hampir menguasai Daulat. Semoga tidak menjadi Republik Oligarch.
Entah ada atau tidak para oligark yang menjunjung daulat rakyat?
Seperti yang diharapkan oleh Bernrad Shaw dalam drama Major Barbara. (Kang Marbawi, 13.04.24)