Perceraian Jadi Pemantik BKKBN Optimalkan Bangga Kencana

0 Komentar

“BKKBN Jawa Barat dan Fatayat NU Jawa Barat sudah menandatangani nota kesepahaman bertepatan dengan pelantikan pengurus wilayah beberapa waktu lalu. Kita sepakat untuk meluncurkan sekolah pranikah. Tapi kalau sekolah pranikah itu terlalu berat, kita awali dengan konseling pranikah dulu lah. Konsepnya sedang kita matangkan. Yang pasti, 1-2 tahun ke depan ini sudah akan jelas apa saja kerjasama BKKBN-Fatayat NU Jabar,” jelasnya.
Dalam waktu dekat, sambung Kusmana, kolaborasi BKKBN-Fatayat NU bakal diwujudkan melalui optimalisasi pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dalam rangka peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2020. Melalui momentum tahunan tersebut, BKKBN Jabar menggandeng Fatayat NU untuk menggerakkan anggotanya yang belum ber-KB untuk menjadi peserta KB atau mengalihkan kontrasepsi jangka pendek menjadi MKJP.
“Sinergi dengan Fatayat ini menjadi kekuatan besar dalam penggerakkan program. Fatayat menjadi objek sekaligus subjek. Sebagai objek, anggota Fatayat yang memiliki rentang usia 20-45 tahun sudah jelas sesuai dengan sasaran program Bangga Kencana. Bagi yang sudah menikah, mereka adalah pasangan usia subur (PUS) yang menjadi target peserta KB. Sebagai subjek, jejaring organisasi Fatayat dari provinsi hingga desa menjadi sebuah kekuatan penggerakkan,” papar Kusmana.
Disinggung mengenai viralnya pemberitaan kasus perceraian beberapa hari lalu, Ketua Fatayat NU Jawa Barat Hirni Kifa Hazefa mengaku tidak bisa serta-merta memberikan penilaian. “Sebagai organisasi perempuan, Fatayat merasa perlu mengidentifikasi lebih jauh pemicu perceraian tersebut. Termasuk, apakah penggugat itu berasal dari pihak istri atau suami,” katanya.
Di luar itu, Hirni sepakat dengan BKKBN bahwa berjalannya fungsi-fungsi keluarga merupakan benteng ketahanan keluarga. “Fatayat NU memiliki dua dimensi sekaligus. Pertama, dimensi kaderisasi bagi kaum perempua nahdliyin. Kedua, dimensi penguatan pemenuhan hak-hak perempuan. Dalam konteks perceraian ini, penting bagi Fatayat untuk mengetahui posisi perempuan dalam kasus gugatan cerai tersebut. Apakah hak-hak perempuan terpenuhi atau tidak. Kita harus terlebih dahulu membedah masalah untuk kemudian menentukan solusinya,” tandas Hirni.(rls/sep)

Laman:

1 2
0 Komentar