Food Estate Solusi Pintas Ketahanan Pangan

Food Estate Solusi Pintas Ketahanan Pangan
0 Komentar

Oleh: Ine Wulansari
Pendidik Generasi

Saat ini, Indonesia tengah disibukkan dengan pengadaan proyek lumbung pangan alias food estate. Hal ini merupakan bentuk pengembangan pusat pangan, bukan hanya pusat pertanian padi, akan tetapi pertanian pangan lainnya turut dikembangkan. Seperti singkong, jagung, dan lainnya sesuai dengan kondisi lahan yang ada.

Dilansir dari iNews.id, 12 Maret 2021. Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto didampingi Gubernur Kalimantan Tengah, H. Sugianto Sabran melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Gunung Mas. Kunjungan dilakukan terkait peninjauan lokasi pengembangan lumbung pangan komoditi singkong, tepatnya berada di Desa Tewaibaru, Kecamatan Sepang, Kabupaten Gunung Mas. Food estate bertujuan untuk mengatasi kemungkinan yang akan dihadapi bangsa Indonesia terkait krisis pangan dunia, akibat pandemi yang terjadi saat ini.

Rencananya, tahun ini pengembangan untuk komoditi singkong di Kabupaten Gunung Mas, kurang lebih 30.000 hektare. Alasan komoditi singkong dipilih untuk mendukung program cadangan pangan strategis nasional, sebab dapat diolah dan menghasilkan berbagai jenis makanan seperti mie, tapioka, dan mocaf.

Baca Juga:Mahalnya Harga Sebuah KeadilanSulitnya Mendapatkan Keadilan dalam Sistem Kapitalistik

Tentu saja niat yang ingin dijalankan presiden selaku pembuat kebijakan, banyak mendapat kritikan. Para pakar menyangsikannya, sebab food estate yang digarap di lahan bekas gambut sebenarnya tidak layak dikembangkan untuk kawasan pertanian intensif. Menurut Guru Besar IPB Profesor Dwi Andreas Santoso, program food estate Kalimantan Tengah menambah daftar kegagalan proyek lumbung pangan, sebab mengabaikan kaidah ilmiah. Alasannya karena kelayakan agroklimat atau kecocokan dengan alam sekitar dan tanah, kelayakan infrastruktur, teknologi budidaya, dan aspek sosial ekonomi. (Kompas.com, 4 Maret 2021)

Sejalan dengan Kepala BRG (Badan Restorasi Gambut) Nazir Foead yang menilai belum pernah mendapati sawah dari lahan gambut memberikan hasil yang memuaskan. Sawah di lahan gambut Kalimantan Timur, hanya mampu menghasilkan beras 2 ton/ha. Begitu pun dengan singkong, akan menghasilkannya dengan tidak maksimal.
Ditambah potensi kerusakan lingkungan pun akan semakin besar dalam pengembangan kawasan food estate. Sebab, lahan gambut memiliki karakteristik ekosistem satu kesatuan. Apabila salah satu terganggu, maka akan mengganggu gambut di sekitarnya, yang dapat mengakibatkan menurunnya serapan air gambut, sehingga dapat menyebabkan bajir, dan dapat berpotensi memunculkan gambut kering yang mudah terbakar. (mediaindonesia.com, 11 Agustus 2020)

0 Komentar