Situasi ini tentu berkebalikan dengan substansi puasa untuk menahan diri dan berempati terhadap orang yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Puasa telah dirayakan dengan meningkatkan konsumsi dan dengan berleha-leha. Untuk memuaskan berbagai keinginan yang tak terbatas tersebut, kita mengeksploitasi alam tanpa perhitungan. Hutan ditebang, bumi dikeduk, laut dicemari.
Semua hal ini menyebabkan keseimbangan alamiah alam menjadi terganggu. Kelompok kaya membentuk klaster-klaster tersendiri untuk menjaga gaya hidup mewahnya, sementara kelompok miskin menjadi korban karena ketidakseimbangan alam ini.
Baca Juga:Sambut Ramadhan, KOKAM Subang Bersama Tim JUMBER Bahas PSBBBabak Perempat Final Hadapi Persibaya, Ini Kekhawatiran Pelatih Persib
Sampai akhirnya, muncul sebuah penyakit yang tak mempedulikan kelas sosial. Tak pandang bulu apakah negara kaya atau miskin. Ini adalah sebuah pesan yang patut kita renungkan.
Puasa kali ini mengajak kita untuk mengingat kembali bahwa ada kekuasaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita kembali menyadari ketidakberdayaan sebagai manusia dengan adanya ancaman penyakit dan kematian yang bisa datang kapan saja.
Mengingatkan kembali bahwa ternyata kita telah mengeksploitasi alam tanpa batas demi keinginan-keinginan yang tidak penting sementara lingkungan menjadi rusak.
Refleksi ini sudah seharusnya digunakan untuk menata visi hidup baru yang lebih substansial bagi kita sebagai individu dan untuk para membuat kebijakan seperti pemerintah supaya lebih bersikap adil dalam mengelola kekayaan negara dan lebih bijak dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan pendekatan kelestarian lingkungan.
Sesungguhnya, perilaku kita menentukan takdir yang kita jalani. Ada banyak hal yang kita sebagai manusia bisa mengendalikannya untuk menuju takdir yang kita inginkan. Kita menjalani peran sesuai dengan kapasitas kemanusiaan kita, tidak dengan menyerahkan semuanya kepada tuhan dengan alasan beribadah kepadanya.
Ketika kita menjaga jarak sosial (social distancing), maka telah mengurangi risiko tertular dan menularkan Covid-19 kepada orang lain. Ini juga merupakan bagian dari kita menentukan takdir yang akan kita jalani.
Covid-19 juga telah mengingatkan kembali pentingnya kerja sama karena sesungguhnya manusia adalah makhluk sosial. Belakangan ini kita mengagung-agungkan individualisme sebagai sumber kemajuan peradaban manusia.
Baca Juga:Ditagih Realisasi Janji Politik, Jimat-Akur Akan Gelar Rotasi Mutasi Besar-besaranKumpulan Menu Sahur Sederhana dan Praktis Bulan Puasa 2021
Bertindak semau sendiri demi kepentingan dirinya sendiri kita menjadi ancaman bagi banyak orang lainnya. Dalam situasi seperti ini, para muzakki berkewajiban segera membayarkan zakat, dan menambahkannya dengan infak serta sedekah.