Pembangunan Manusia di Sistem Islam

Pembangunan Manusia di Sistem Islam
0 Komentar

Oleh Umi Lia

Ibu Rumah Tangga, Cileunyi Kabupaten Bandung

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kalian) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (TQS Ali Imran: 110)

Dunia saat ini dikungkung oleh sistem kapitalis, karena mayoritas negara-negara yang ada di dunia menerapkan sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis, keberhasilan pembangunan dihitung secara rata-rata. Angka rata-rata tidak menunjukkan keadaan sebenarnya, kecuali hanya sebagian kecil. Demikian juga dengan angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Kabupaten Bandung atau secara nasional IPM Indonesia.

Jika melihat angka IPM, Indonesia termasuk negara yang maju, karena mempunyai IPM yang tinggi antara 70,00-79,00. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara termasuk negara maju, berkembang atau terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan dan pengeluaran. Kesehatan diukur dengan angka harapan hidup saat kelahiran, pendidikan dihitung dari angka harapan sekolah dan angka rata-rata lama sekolah. Standar hidup layak dihitung dari produk nasional bruto per kapita. (Wikipedia.org)

Baca Juga:Moderasi, Alat Liberalisasi AkidahSeri Belajar Ringan Filsafat Pancasila ke 43

Pada Rapat Paripurna Nota Pengantar Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Tahun Anggaran 2020 di Gedung DPRD Soreang, Pelaksana Harian (Plh) Bupati Bandung, Asep Sukmana, menyampaikan bahwa IPM Kabupaten Bandung beberapa tahun terakhir terus naik. Namun tahun 2020 karena ada wabah Covid-19 IPM Kabupaten Bandung menurun 0,02 poin dibanding tahun 2019, ada di angka 72,39 poin. Angka capaian tahun 2020 tersebut mempunyai kontribusi dari indeks pendidikan 65,12 poin, kesehatan 82,25 poin dan daya beli 70,74 poin. (Pikiranrakyat.com, 9/4/2021)

Dari ketiga aspek yang menjadi rujukan angka IPM, bidang kesehatan menjadi penyumbang terbesar. Ini mengherankan, bagaimana bisa poin tinggi di saat pandemi yang terus memakan korban dan pelayanan kesehatan yang mahal? Kemudian proses pendidikan di saat pandemi belum bisa tersolusikan antara PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) dan PTM (Pembelajaran Tatap Muka), ditambah daya beli masyarakat yang terus menurun karena pertumbuhan ekonomi melambat akibat pandemi. Dari sini bisa disimpulkan bahwa angka-angka itu hanyalah di atas kertas, tidak bisa menggambarkan kenyataan yang sebenarnya.

0 Komentar