Wah, ini pendahuluannya terlalu panjang. Seperti bahan kuliah saja. Catatan adaptasi yang pertama ini kita akan belajar dari Ki Parno. Nama lengkapnya Suparno Wonokromo. Biasa dipanggil Mas Parno. Disebut Ki Parno karena juga seorang dalang.
Ki Parno anak buah Dahlan Iskan. Tentu Anda sudah tahu siapa Dahlan Iskan, ceritanya juga sudah banyak. Di buku-buku dan internet. Tidak perlu diceritakan. Adaptasi dan inovasinya benar-benar beyond.
Ki Parno menjelma menjadi bos sekitar 50 perusahaan koran, percetakan dan tv lokal. Dulunya wartawan desk hukum. Passion-nya sama seperti Karni Ilyas. Banyak yang menyebutnya sebagai foto copy-an Pak Dahlan. Sebelum jadi wartawan Jawa Pos tahun 1990, Ki Parno dulunya wartawan di Jogjakarta.
Baca Juga:Niko: O&I Farm Wujud Kanyaah Kang OniSaepul Paling Awal Daftar Cakades Ciwareng
Lalu tahun 1991 diminta ‘hijrah’ ngurusin koran di Bengkulu. Namanya Semarak Bengkulu. Tak lama kemudian di tahun 1996 diminta membesarkan Sumetara Ekspres. Yang sempat mati suri dua tahun setelah ditinggalkan Media Indonesia Group.
Ki Parno yang berbadan kecil ternyata bernyali besar. Sangat besar. Sanggup menghadapi Sriwijaya Post yang sudah jadi gajah. Benar saja, dalam tempo 4 tahun Sumetera Ekspres berhasil membangun gedung megah. Penanda majunya perusahaan itu di bawah kendali manajemen Jawa Pos Group.
Berhasil mengubah koran kecil menjadi koran raksasa hingga beranak-cucu-cicit. Pasundan Ekspres merupakan cicit perusahaan yang lahir dari terobosan yang dilakukan Ki Parno. Perusahaan yang didirikan di bawah naungan holding PT WSM. Merentang dari mulai Palembang, Bengkulu, Jambi, Lampung, Bandung, Tasikmalaya, Cirebon hingga Tegal dan Banyumas.
Apa rahasianya? Apa bukti kemampuan adaptasi dan resiliensinya? Langkah-langkah Ki Parno yang fokus pada kualitas produk. Sebagai seorang jurnalis, Ki Parno sangat detil mengoreksi produk jurnalistik. Meski sudah jadi General Manager (GM) kadang masih turun liputan lapangan. Memberi contoh kepada wartawan dan redakturnya.
Ki Parno, memang jago liputan hukum, kriminal dan investigasi. Menyadari sepenuhnya bahwa produk jurnalistik adalah ‘barang’ yang dijual perusahaan media. Maka, jika pimpinan perusahaan menjaga kualitas produk yang dipasarkannya, paham selara pembelinya, perusahaan itu akan besar. Apalagi jika berani melakukan inovasi. Jika mengabaikan kualitas, akan bernasib sebaliknya.