Kita biasanya hanya akan berkata sambil makan makan gorengan: tuh di luar negeri sampah bisa jadi listrik. Selebihnya tidak tahu.
Mana lagi daerah yang sukses mengelola sampah? Sebut saja Kota Banda Aceh. Mengolah sampah menjadi gas metan. Dialirkan ke 210 keluarga sekitar TPA Gamping Jawa. Bisa untuk masak tanpa harus beli gas elpiji.
Bisa juga pilih cara milenial. Kekinian. Berteknologi informasi. Seperti yang dilakukan anak muda dengan mendirikan Gringgo. Platform aplikasi berbasis android yang memuat informasi lokasi TPS, layanan jemput sampah, daur ulang hingga harga jual sampah daur ulang.
Baca Juga:Curahan Hati Nelayan Terdampak Tumpahan Minyak, Dampak Sama, Perlakuan BerbedaTertimpa Robohan Bangunan Sekolah, Tetangga Minta Ganti Rugi
Ide ini lahir di Denpasar, Bali tahun 2014. Didirkan oleh dua anak muda. Olivier Pouillon dan Febriadi Pratama. Olivier adalah pendiri Bali Recycling, perusahaan pengolahan sampah menjadi barang daur ulang bernilai tinggi (upcycling). Sedangkan Febri lulusan Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) yang lebih senang dengan teknologi informasi.
Kini masih terus dikembangkan dan sudah menerima pendanaan dari google.ord. sudah pula bekerjasama dengan USAID dengan LSM lingkungan internasional lainnya. Penggeraknya anak-anak muda. Awalnya project ini dibuat sebagai bentuk kepedulian dan upaya pengelolaan sampah.
Idenya memang sederhana. Agar masyarakat tidak bingung membuang sampah maka tinggal klik aplikasi. Pilih buang sendiri di TPS yang sudah terdata di GPS atau minta diambil sekaligus dipilah dan dijual? Sehingga sampah tidak menumpuk.
Ada nilai bisnis, kekinian, canggih dan cepat. Pemerintah Kota Denpasar tentu terbantu dengan kreativitas anak muda ini.
Mau pilih mana? Pilih ribut di medsos berkomentar atau cari solusi? Atau membuat konten tentang sampah?
Saya? Baru bisa menulis dulu tentang sampah, siapa tahu makin banyak viewer, eh…mendorong makin peduli sampah.(*)