KONTESTASI Pilkada Subang masih dua tahun lagi. Digelar serentak pada 27 November 2024 mendatang. Berbeda dengan Pilkada serentak sebelumnya, Pileg akan lebih dulu digelar di hari valentine yaitu 14 Februari 2024.
Sedangkan kepala daerah Subang berakhir masa jabatannya pada 19 Desember 2023. Ada waktu 10 bulan berhenti sebelum kemudian kepala daerah periode berikutnya dilantik pada 19 Desember 2024. Artinya, tidak ada petahana.
Jika mereka ingin nyalon lagi, misalkan Jimat ingin kembali berpasangan dengan Agus Masykur (Akur) berangkat di waktu yang sama dengan kandidat lain. Memanfaatkan waktu yang sama yaitu di masa jeda 10 bulan. Di masa kekosongan itu,Subang akan dipimpin oleh Penjabat (Pj) kepala daerah.
Baca Juga:PPKM untuk Luar Jawa-Bali Diperpanjang hingga 14 Maret, Menko Airlangga Sebut Vaksinasi akan DipercepatAkademisi Olahraga Apresiasi Kinerja KONI Subang, Ingatkan Program DBON
Masalahnya, dalam waktu 10 bulan itu dinamika politik bisa terjadi begitu dinamis. Hasil Pileg akan sangat menentukan. Dua partai besar di Subang akan menjadi pusat perhatian. Apakah Golkar akan naik menjadi 10 kursi atau lebih dari posisi sekarang 9 kursi. Sebaliknya apakah kursi PDIP bisa tergusur tidak bisa mempertahankan 10 kursi.
Sebaliknya, PKB, Gerindra dan Nasdem yang masing-masing menguasai 6 kursi akan bersaing ketat. Demikian pula PKS dan PAN yang mengamankan 5 kursi harus berusaha lebih keras.
Sebab dua partai itu tengah menghadapi berbabagi tekanan. Keduanya berada di luar pemerintahan. Sekaligus dibayangi partai baru yang dilahirkan oleh kader internalnya.
PKS dibayangi Partai Gelora dan PAN dibayangi Partai Ummat. Malah berbagai survey menyebut PAN tidak akan lolos parlemen. PKS setidaknya sedikit optimis digawangi ketua partai yang kini menjabat wakil bupati, yaitu Agus Masykur.
Partai Golkar dipimpin mantan birokrat Elita Budiarti yang memiliki modal kapital cukup kuat. Sedangkan PDIP menjadikan Bupati Ruhimat sebagai dewan pembina DPC PDIP.
PKB saat ini punya peluang besar untuk mendeklarasikan calon kepala daerah yang akan diusung. Jika pun tidak, bisa jadi penentu arah koalisi. Selama ini PKB tidak jadi oposisi, juga tidak berada di barisan pengusung kepala daerah. Koalisi bersama Golkar di tahun 2018 gagal mengantarkan kandidatnya.
Lain lagi dengan Nasdem, sudah sejak dini menggalang calon anggota legislatif dan membuka pendaftaran calon kepala daerah. Langkah yang kedua cukup efektif membuat ‘kehebohan’. Saat mantan ketua tim pemenangan Jimat-Akur, Asep R. Dimyati (ARD) mengambil formulir pendaftaran calon bupati dari Nasdem. Menimbulkan banyak spekulasi poitik.