Nasional – Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai Indonesia membutuhkan kodifikasi hukum acara dalam menangani perkara sengketa pemilu.
Tujuannya ialah menghadirkan kepastian dan keadilan hukum pada semua pihak.
“Kami perlu kodifikasi hukum acara sengketa pemilu karena selama ini penyelesaian sengketa pemilu berjalan sendiri-sendiri di beberapa lembaga sehingga belum menghadirkan kepastian hukum,” ungkap Rifqi.
Hal itu diungkapkan dalam diskusi Dialektika Demokasi bertema Mengawal Tahapan Pemilu 2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/6).
Baca Juga:Makan Makanan Terlalu Pedas Dapat Membahayakan Nyawa Seseorang? Begini Penjelasan Menurut Para AhliCara Mengusir Tikus Selain Menggunakan Perangkap
Dia mengibaratkan sengketa di pilkada yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Dilaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) beberapa kali yang seluruh prosesnya akan memakan waktu.
Bukan hanya itu, menurut dia, PSU yang lagi-lagi menunda kepastian hukum dan yang lebih penting adalah memangkas periodisasi jabatan yang seharusnya menjadi hak pejabat publik yang memenangi kontestasi.
“Pemilu ini adalah kegiatan periodik untuk menghasilkan pejabat yang periodik, masa jabatannya sudah diatur dalam konstitusi dan ketentuan perundang-undangan. Kalau sampai sengketa itu memangkas waktu mereka menjabat, kami menegakkan hukum di atas segala ketidakpastian,” ujarnya.
Rifqi mengaku kodifikasi hukum penyelesaian sengketa pemilu harus melibatkan berbagai pihak dan prosesnya di DPR harus lintas alat kelengkapan dewan.
Dia mencontohkan lembaga-lembaga terkait untuk menghadirkan kodifikasi hukum tersebut seperti KPU dan Bawaslu yang merupakan mitra kerja Komisi II DPR RI.
Kemudian, menurut dia, Mahkamah Agung (MA) dan MK yang merupakan mitra kerja Komisi III DPR.
“Hal ini sudah kami sampaikan dari Komisi II DPR kepada pimpinan agar bisa diselesaikan. Untuk bangsa Indonesia, bukan untuk kami yang akan jadi peserta saja,” katanya (Fin/Yni)