Bukan hanya itu, Pemerintah menyiapkan SDM yang kompeten untuk vaksinasi PMK serta penandaan (eartage) dan pendataan ternak.
Ternak yang sudah divaksinasi wajib dipasang penanda di telinga hewan atau eartage (dengan pengembang sistem yakni PT Peruri) dan saat ini sudah tersedia 236 ribu eartage.
“Kita harus mempertimbangkan kondisi yang lebih luas, bukan hanya masalah pencegahan, namun juga melihat konsekuensi ke depannya karena hewan ternak adalah aset. Jadi kalau PMK tidak teratasi akan menjadi kerugian yang tak ternilai khususnya bagi peternak kecil,” tuturnya.
Baca Juga:Resmi Dibuka! Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 33, Simak Cara DaftarnyaTegaskan Dukungan Anies Jadi Presiden, Gardanies Purwakarta Sebut Anies Dapat Menyatukan Bangsa
Airlangga memaparkan mengingat jumlah vaksinasi PMK masih sangat rendah, maka perlu dilakukan pengaturan dan pengawasan lalu lintas hewan dan ternak untuk Kecamatan atau Desa mendasarkan pada zonasi, yakni Zona Merah (Daerah Wabah), Zona Oranye (Daerah Tertular), Zona Kuning (Daerah Terduga) dan Zona Hijau (Daerah Bebas).
Lalu lintas hewan ternak antar zona risiko tersebut akan terus dipantau, dan juga akan dikendalikan oleh TNI/POLRI.
“Sistem ini penting dilakukan, jangan hanya melihat persentase kasus yang kecil, tapi kita tidak ingin ini terus meluas,” ucapnya.
Pemerintah menetapkan akan memakai dana APBN, APBD dan sumber dana lainnya, terutama untuk melaksanakan rencana pemberian santunan bagi peternak (terutama peternak kecil) yang hewan ternaknya mati terkena PMK ataupun yang terkena potong paksa.
Tim Pengendalian dan Penanganan PMK yang dijembatani oleh Kementerian Pertanian dan didukung BNPB maupun K/L terkait lainnya juga telah dibentuk guna menangani PMK.
“Penanganan PMK ini berbasis mikro, dengan melibatkan seluruh stakeholders yaitu K/L dan daerah, para peternak itu sendiri hingga pihak akademisi sampai swasta untuk bersama-sama menyelesaikan kejadian PMK ini,” katanya. (fin/yni)