Terbentur, Terbetuk ARD

Terbentur, Terbetuk ARD
Asep Rochman Dimyati bersama istri Wenny Anggriany.
0 Komentar

Catatan Lukman Enha

BERLIKU. Rumit. Zigzag. Ada keberanian, kesedihan, romansa, hingga air mata.

Setiap manusia punya jalan hidup masing-masing. Punya kisah dan takdir.

Di jalan itu kita masih bisa memilih. Meski katanya takdir sudah ditulis di atas ‘langit’ sana. Tapi doa dan ikhtiar bisa mengubahnya. Atas kasih sayang dan ridho-Nya.

Inilah sepotong kisah Asep Rochman Dimyati. Jalan hidupnya saya ringkas: terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk. Maka benarlah apa yang dikatakan Tan Malaka itu.

Banyak orang yang terbentuk setelah terbentur. Asep kecil ada luka. Dewasa ada luka. Luka itu jadi cambuk. Saat itu hatinya memohon. Menjerit. Ingin maju, ingin sukses. Terbentur berkali-kali.

Baca Juga:Lebih Mudah! Pelanggan Perumda Bisa Bayar Tagihan melalui Shopee, e-Wallet Dana hingga AlfamartKecelakaan Tol Cipali: Sopir Truk dan Bus Primajasa Meninggal, 13 Terluka

Kecil lulus SD ditinggal ayah. Berbekal kasih sayang ibunya lalu menembus batas akhir ketakutannya. SMA bergaul di Bandung. Nekad. Ingin setara di kota. Tinggal bersama saudaranya di Bandung.

Tapi Asep remaja tidak manja. Meski harus rela tidur di dapur. Sebab rumah di saudaranya itu kamarnya tinggal dua.

“Tiga tahun saya tinggal di dapur itu. Numpang di saudara. Selama sekolah SMA,” kata Asep. Akhirnya berani membuka kisah. Di hadapan anak-anak muda. Ingin memotivasi.

Asep remaja itu punya mimpi besar. Ingin punya uang. Ingin gaya punya motor. Ingin punya pacar. Ingin membahagiakan ibunya. Ingin mandiri. Banyak sekali inginnya.

Akhirnya Asep punya ide. Mungkin karena sering ‘semedi’ di dapur. Ia temui tukang sablon. Mantap berjualan kaos. Laku. Punya uang. Perlahan mimpinya terwujud. “Saya jual ke anak SMA. Yang penting di sablon baju itu ada tulisan tempatnya sekolah,” kata Asep.

Ia pun bersemangat. Usaha jualan kaos menjadi pilihannya. Saat menentukan pilihan pasangannya, menikah dengan gadis yang memikat hati sejak SMP, Asep pun menfkahinya dengan berjualan.

Ngontrak rumah, sederhana, dan tetap jualan apa saja. Tapi tidak seindah kisah Raffi-Nagita, Asep dan istrinya pernah tidak makan dua hari. Tidak punya uang, padahal istrinya sedang hamil. Pernah juga dikejar sales minuman kemasan. Ketakutan, nekad ngumpet di kuburan.

Baca Juga:Pimpin Peradi Subang, Endang Supriadi: Kami Akan Bantu Masyarakat Mendapat KeadilanPKB Masuk Partai Tiga Besar, Kiai Maman: Rakyat Puas Kinerja PKB

“Dulu saya buka warung. Tapi banyak diutang tetangga. Ada sales yang biasa ngisi barang ke warung, barang habis tapi diutang. Saya lari saja bawa anak yang baru umur 5 bulan. Gak ada jalan lain, yang aman ngumpet di kuburan. Saat itu saya di Bandung,” tuturnya.

0 Komentar