Berliku. Berat hidup di kota. Asep dan istri pindah ke Subang. Tinggal bersama mertua. Seperti kebanyakan pasangan muda yang baru menikah.
Tengah malam harus bangun, mengayuh sepeda menuju pasar inpres–sekarang Pasar Panjang. Di sana ia membuka lapak jualan ikan segar.
Asep yang sudah jadi bapak muda itu bersemangat. Jualannya perlahan maju. Dari lapak jadi toko.
Baca Juga:Lebih Mudah! Pelanggan Perumda Bisa Bayar Tagihan melalui Shopee, e-Wallet Dana hingga AlfamartKecelakaan Tol Cipali: Sopir Truk dan Bus Primajasa Meninggal, 13 Terluka
Di tengah usahanya yang lumayan berkembang. Luka itu datang. Semua harus ditinggalkan. Ulangi dari nol. Bahkan dari minus.
Pergi ke ibu kota. Nekad merantau. Tidur di mana saja. Jualan apa saja. Hingga nasib dan doanya membawanya ke seorang pengusaha yang butuh sopir pribadi. Di sana Asep belajar apa saja. Kejujurannya membawanya dipercaya apa saja. Hingga mengenal bisnis valuta asing.
Tidak lagi jualan kaos sablon. Mungkin saat itu ratusan alat sablon pun bisa ia beli. Pergaulannya makin luas. Dari yang berpeci hingga berdasi.
Dari tidur di dapur hingga di Kualalumpur. Setiap showroom didatangi. Setiap hotel disinggahi. Negosiasi bisnis di tempat-tempat elit ibu kota.
Di puncak jaya itulah mengenal Ormas besar di Jabar. Anda sudah bisa menebaknya. Di titik kejayaannya, sang ayah muncul. Penuh drama.
Awalnya membantu Ormas itu. Lalu memimpinnya. Lalu membesarkannya di Subang.
Krisis ekonomi nasional mengantarkannya kembali ke Subang. Dengan sisa kejayaan yang lebih dari cukup. Tapi jiwa berbaginya tidak pernah luntur. Trah nama besar Dimyati makin terpendar.
Yang gondrong, yang bertato, yang terkucil, yang di bawah. Yang sering marah-marah. Semua ia hadapi. Lalu ia ajari cara-cara usaha. Cara yang berbeda.
Baca Juga:Pimpin Peradi Subang, Endang Supriadi: Kami Akan Bantu Masyarakat Mendapat KeadilanPKB Masuk Partai Tiga Besar, Kiai Maman: Rakyat Puas Kinerja PKB
“Saya hanya ingin membuat orang lain lebih baik. Memang saya suka berorganisasi. Saya punya cara berbeda untuk berbuat baik. Ada ruang kosong yang tidak diurus negara, saya hadir di situ. Melalui organisasi,” kata Asep.
Lalu, Asep menyatakan ini, yang bikin banyak orang terkejut: “Apakah kalau saya gaul dengan orang yang begitu otomatis saya jadi begitu? Belum tentu! Tato setitik pun, tidak ada di tubuh saya”.