Sementara untuk kedelai, kata Ismail, pemerintah telah memulai penanaman di luas area 350.000 hektare tahun ini.
 Sebagai upaya membebaskan Indonesia dari impor komoditas tersebut. Kemudian pada 2023 luas tanamnya ditargetkan bertambah menjadi 900.000 hektare, tahun 2024 seluas 1,15 juta hektare, tahun 2025 seluas 1,4 juta hektare, dan di 2026 seluas 1,5 juta hektare.
“Dengan (target) ini kita sudah bisa mencapai untuk memenuhi kebutuhan (kedelai) kita sendiri,” kata Ismail.
Baca Juga:16 Orang dari Subang Ikuti Peserta Jambore Nasional Gerakan Pramuka XI Tahun 2022Daihatsu Rocky Luncurkan Penampilan Baru di GIIAS 2022
Tahun lalu impor kedelai Indonesia tercatat sebesar 7,91 juta ton, dengan rincian bungkil kedelai 4,9 juta ton dan biji kedelai 2,5 juta ton.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri yang harganya naik karena imbas perang Rusia-Ukraina.
Pemerintah mempertimbangkan beberapa tanaman pangan lokal untuk mensubstitusinya, seperti singkong, sagu, dan sorgum.
“Sorgum saya kira tanaman yang berpotensi besar untuk menggantikan gandum,” katanya.
Namun, jelas dia, karena sorgum tidak memiliki kemampuan mengembang layaknya gandum, maka dibutuhkan bantuan teknologi pangan untuk memberi sorgum kemampuan yang sama dengan gandum.
“Sorgum ini satu famili dengan gandum dan menurut saya lebih sehat dari gandum,” katanya.
Pada 2021 impor gandum tercatat 11,69 juta ton. Pemerintah menargetkan pengurangan impor komoditi tersebut secara bertahap, yaitu impor gandum berkurang 5% tahun ini, menurun 10% di 2023, hingga di tahun 2025 impor gandum berkurang 20%.
Baca Juga:Pemerintah Percepat Vaksinasi Guna Tekan Penyebaran PMKBerisikan Lini Masa Kebijakan dan Dinamika Penanganan Pandemi, Pemerintah Luncurkan Buku Vaksinasi Covid-19
“Tahun depan kita akan mengembangkan sorgum 55.000 hektare. Tahun ini pagu 15.000 hektare, lalu kita usulkan tambahan 40.000. Total tahun 2023 ada 55.000 (hektare). Ini antispasi seandainya gandum benar-benar langka di dunia,” kata Ismail. (idr)