Defisit Kopi APBD

Defisit Kopi APBD
Diskusi membahas defisit APBD dalam bayangan interpelasi DPRD.
0 Komentar

Catatan Lukman Enha

KURANG koordinasi. Suuzon. Kurang ngopi. Suami istri. Mitigasi. Coalition building. Kosakata itu muncul dalam diskusi membedah anggaran. Membahas defisit APBD. Dibahas pula interpelasi. Respons DPRD atas defisit APBD itu.

Bahasan ini elitis. Banyak yang belum paham defisit APBD. Memahami kata defisit saja memang mudah. Artinya masih kurang. Target anggaran tidak tercapai. Anggaran yang ada masih kurang untuk memenuhi daftar yang akan dibelanjakan.

Jika kita ingin beli baju 10 setel dengan harga total Rp10 juta, sedangkan uang yang baru tersedia hanya 7 juta, artinya defisit atau masih kurang Rp3 juta. Ngakalinnya ya cari tambahan Rp 3 juta lagi. Atau ubah saja, tidak jadi beli 10 setel baju, cukupnya hanya 7 setel.

Baca Juga:Gadis KretekFormula Anas Banyuwangi

Tapi itu logika belanja kita. Tapi logika belanja APBD tidak segampang itu. Anggaran yang akan didapatkan dan anggaran yang akan dibelanjakan diasumsikan. Yang membuat asumsi pendapatan dan rencana belanja itulah pekerjaan pokok Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Kehebatan mereka terletak ada kemampuan mengasumsikan dan merencakan.

Siapa saja mereka: Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang nyari uang. Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) yang plotting, mengelola anggaran, dan membayar kegiatan di dinas-dinas. Ibarat dua sisi mata uang. Harus singkron. Bapenda harus tahu berapa uang yang harus dicari.

Lalu efektifitas belanja dan asumsi pendapatan harus mengacu kepada program dan janji politik pemerintah daerah. Itulah tugas Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D). Dulu namanya Bappeda. Semua rencana belanja akan diperiksa oleh BP4D. Jika tidak sesuai, akan dicoret.

Rencana itu harus mengacu usulan. Usulan itu harus mengacu ke program RPJMD. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Itulah program kepala daerah 5 tahun. Itulah janji politik. Itu tugasnya BP4D memastikan belanja anggaran sesuai program di RPJMD.

Jika tidak mengacu ke sana bisa? Bisa saja. Asal ada alasan logis. Ada dana darurat yang disiapkan. Misal tiba-tiba ada bencana alam. Harus dibiayai segera. Di luar prediksi perencanaan anggaran.

0 Komentar