Padahal semua angkat topi dengan apa yang sudah dilakukan Jokowi dalam hal pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Jalan-jalan di perbatasan dibangun dan dipercantik. Tambang Freeport di-nasionalisasi. Bandara, bendungan, jembatan, jalan tol dibangun demikian massif.
Maka anti-tesis yang harus dimunculkan adalah: pembangunan manusia. Anies piawai memainkan isu ini. Membangun narasi kolaborasi. Manusia harus dimanusiakan. Pembangunan harus berbasis manusia. Pejalan kaki harus diutamakan dari pengendara. Sekaligus dekat dengan ulama.
Kesimpulannya: Anies kebalikan dari Jokowi.
Bahkan yang lebih hiperbolis: Anies mengendalikan oligarki. Bukan dikendalikan oligarki. Siapa yang mengatakan itu? Adalah konsultan yang juga memoles Jokowi yaitu Eep Saepullah Fatah.
Baca Juga:Tokoh Subang Lukmantias Penuhi Undangan Ketua Golkar Elita Budiarti, Diskusi untuk Kemajuan SubangUPDATE Polling Calon Bupati Subang! Ruhimat Menyalip, Pendukung Elita Belum Bergerak
Sebenarnya, apa yang dilakukan Anies sama atau mirip dengan yang dilakukan Ridwan Kamil (RK) saat menjadi wali kota Bandung. Membangun taman, mempercantik kota, membangun ruang-ruang kolaborasi untuk anak muda. Hanya yang membedakan adalah bobot narasi.
Maklum, RK menggunakan bahasa arsitek dan milenial. Sedangkan Anies menggunakan bobot narasi kemanusiaan, kebersamaan, keadilan dan kesetaraan. Anies menyebut itu dengan suatu perubahan. Pola baru dalam pendekatan pembangunan layanan publik.
Anies juga memiliki persamaan dengan narasi Barrack Obama. Mengusung narasi kebersamaan untuk perubahan. Melalui slogan sederhana yang kuat itu: Yes We Can. Pintar berpidato dan negosiasi. Kata-katanya membius dan karismatik. Antitesis dari George W. Bush.
Namun dalam politik tidak pernah kotak. Selalu buat menggelinding. Tidak pernah titik. Selalu koma. Tidak hitungan hari. Tapi hitungan detik.
Mahfud MD yang sudah di perjalanan diundang Jokowi untuk jadi calon wapres, tiba-tiba berubah diganti Kyai Ma’ruf Amin. Rizky Billar yang sudah ditahan polisi pun, tiba-tiba kembali ke pelukan Lesti Kejora.
Bisa jadi ada kubu dan variabel ketiga yang tiba-tiba menguat. Antitesis Anies dan Ganjar. Sebab kelihatannya pasangan Jawa-luar Jawa pun kini sudah mulai tidak relevan. Bisa jadi, kelak, lord Luhut pun tidak takut mimpi ini: non muslim dan non Jawa bisa jadi presiden.
Sebagaimana Amerika setelah 200 tahun merdeka, baru punya pemimpin berkulit hitam. Tahun 2020 lalu, akhirnya Amerika pun punya wakil presiden wanita pertama. Berkulit hitam pula. Memang dunia sedang berubah. Maka Indonesia harus segera berubah. Kita pun harus berubah. Lebih baik.(*)