Man Jadda Wajada Paramadina

Man Jadda Wajada Paramadina
Saat menyampaikan presentasi tugas Thinking System.
0 Komentar

Paradigma berubah, sekarang sudah bergeser. Lebih akrab disebut Islam moderat. Bahkan negara mengupayakannya dengan menggulirkan program moderasi beragama. Praktik beragama yang moderat. Menghindari praktik beragama yang ekstrem atau berlebihan.

Pemikir Nahdlatul Ulama (NU) menyodorkan diksi yang berbeda: Islam Nusantara. Sebab Islam di Indonesia tidak terlepas dari proses perpaduan budaya. Bukan bermaksud me-nusantara-kan Islam. Tapi Islam kompatibel dengan budaya di Indonesia.

Islam tetap Islam yang lahir dari jazirah Arab. Tidak bisa ditolak. Tapi tahlilan misalnya, sering jadi perdebatan NU dan non-NU. Tapi itu dulu. Sebaiknya baca dulu Babad Tanah Cirebon atau sejarah yang lebih lengkap agar pandangan tidak sempit.

Baca Juga:BUMD Gaya BaruPipa Utama Perumda TRS Patah akibat Jalan Longsor, Dewas Minta Dinas PUPR Jabar Lakukan Perbaikan Permanen

Pendeknya, Universitas Paramadina lahir dari proses berfikir dan gerakan kajian agama di perkotaan. Ya, begitulah seharusnya sebuah universitas memiliki pondasi pemikiran. Universitas tempat bernaungnya beragam pemikiran.

Entah dulu seperti apa. Tapi di Universitas Paramadina, saya masih merasakan budaya diskusi. Praktik egaliter, kesetaraan dan menghargai keberagaman. Merawat ke-Indonesiaan dan kemanusiaan.

Dosen tidak memonopoli kebenaran. Praktik dialogis antara dosen dan mahasiswa begitu terasa. Suasana hidup. Terkadang dosen mengakui kekeliruan dan menghargai pendapat. Singkat cerita saya betah. Kerasan kuliah di sini.

Besar dipimpin Nurholis Madjid, Paramadina kemudian makin dikenal luas di masa Rektor Anies Baswedan, PhD dari tahun 2007-2015. Rektor termuda di Indonesia. Anies banyak membuat inovasi program dan beasiswa, sehingga bisa menjaring mahasiswa dari berbagai kalangan di Indonesia.

Senang rasanya menjadi alumni dari kampus yang banyak menelurkan gagasan besar tanah air ini. Hampir saja saya bisa melewati kebiasaan buruk kuliah: lulus ngaret. Tahun 2019 sudah langsung bimbingan dengan Doktor Ika Karlina yang lulusan Ohio University, Amerika. Saya tertarik dengan riset-risetnya tentang freedom speech on internet.

Tapi, jegerr…Covid-19 melanda di akhir tahun 2019. Otomatis saya harus fokus untuk perusahaan. Baca banyak prediksi, media bakal kena imbasnya. Benar saja. Tidak bisa bergerak. Harus berfikir ekstra, bagaimana bisa tetap hidup. Bisa dapat omzet dan bisa gajian.

Di rapat redaksi saya tegaskan, jangan sedikitpun dibayangkan selama Covid-19 kita akan sulit. Akan tidak bisa gajian, akan bangkrut, apalagi akan mati. Meski kematian menghantui kita. Sungguh rapat redaksi yang aneh.

0 Komentar