LG 20 : Ikhtiar Membumikan Spirit Merdeka Belajar

LG 20 : Ikhtiar Membumikan Spirit Merdeka Belajar
0 Komentar

Oleh:

Tri Lestari,SPd  (Guru Geografi, SMA N 1 Slogohimo,Wonogiri,Jawa Tengah)

Tahun 2022 merupakan tahun transformasi di bidang pendidikan. Pandemi Covid 19 pada akhir tahun 2019 yang melanda Indonesia berimbas pada berbagai bidang kehidupan, termasuk pada bidang  pendidikan di sekolah. Pembelajaran daring (non tatap muka langsung) diberlakukan selama 2 tahun di semua jenjang pendidikan. Proses pembelajaran ini berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada peserta didik sebagai solusi atas dihentikannya pembelajaran tatap muka. Transisi pembelajaran daring setelah berakhirnya masa pandemi menuju pembelajaran luring (normal) bersamaan dengan implementasi kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka yang mensyaratkan pembelajaran  berpusat pada siswa.  Berbagai program diluncurkan Pemerintah untuk mendukung keberhasilan kurikulum merdeka , antara lain : Program Pendidikan Guru Penggerak, Program Sekolah Penggerak, Program Kepala Sekolah Penggerak, dan Program Merdeka Mengajar.

Lembaga sekolah dari berbagai jenjang pun juga giat melakukan percepatan pelaksanaan Kurikulum Merdeka dengan melaksanakan IHT, workshop, maupun pelatihan daring. Aneka program ini diselenggarakan agar guru cepat beradaptasi terhadap model perubahan dari pembelajaran berpusat pada guru beralih ke pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perubahan ini tidak mudah diterapkan dalam waktu singkat, karena banyak permasalahan yang muncul. Kemampuan IT guru dan tenaga pendidikan, sikap guru yang tidak terbuka dengan hal-hal baru, polemik dan persepsi guru terhadap konsep Kurikulum Merdeka merupakan beberapa permasalahan yang menjadi faktor penghambat implementasi Kurikulum Merdeka. Pelaksanaan Kurikulum merdeka mengandung konsekuensi, yakni kemauan dan motivasi dari guru untuk berubah, bersikap terbuka terhadap perubahan atau regulasi, dan selalu mengupgrade penguasaan teknologi untuk mendukung tugas-tugas pembelajaran.

Literasi Geografi 20 Menit

Baca Juga:Ahmad Buhori Optimis Penambahan Kursi LegislatifMeningkatkan Motivasi Belajar melalui Kegiatan Praktikum (Kasus Geografi Tanah)

Tantangan pelaksanaan pembelajaran melalui program Kurikulum Merdeka juga dihadapi oleh penulis sebagai pengampu mata pelajaran Geografi di tingkat SMA. Paradigma kurikulum Merdeka memiliki 3 struktur penting, yaitu berbasis kompentensi, fleksibel, dan berkarakter Pancasila. Kebiasaan pembelajaran yang berpusat pada guru dengan metode ceramah telah menempatkan peserta didik sebagai fihak yang pasif dan suasana pembelajaran terasa kaku dan tidak komunikatif,terlebih lagi materi pembelajaran yang berpusat pada guru cenderung kurang memperhatikan sisi kontekstualitas dengan persoalan yang terjadi disekitar peserta didik. Imbas dari semua itu , kelas jadi terasa membosankan sehingga peserta didik jenuh dengan materi yang dipelajari. Pada tingkat lanjut, model pembelajaran teacher centered seperti ini mengakibatkan tidak berkembangnya kepercayaan diri peserta didik untuk menyampaikan pendapat, gagasan, maupun fikiran-fikirannya, baik secara tertulis maupun secara verbal. Hasil observasi yang dilakukan penulis pada beberapa peserta didik kelas XII SMA di instansi tempat penulis bekerja, kurang dari 10 % peserta didik anak yang memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk menungkapkan pendapat secara tebuka di hadapan teman dan guru. Akibatnya, penguasaan terhadap konsep dan materi pembelajaran geografi yang dipelajaripun sangat rendah sehingga tujuan pembelajaran sulit tercapai.

0 Komentar