PASUNDAN EKSPRES – Jusuf Hamka, pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), menagih utang kepada pemerintah sebesar Rp 800 miliar yang belum dibayarkan ke perusahaannya.
Utang tersebut bermula sejak krisis keuangan tahun 1998 dan hingga saat ini belum diselesaikan.
“Dalam rentang waktu ini, jumlahnya mungkin sudah mencapai Rp 800 miliar. Ini bukan proyek, ini adalah deposito kita.
Baca Juga:Pak Bas Masuk Bursa Cawapres PDIP, Diungkap oleh SekjenSpesifikasi Hp OPPO Find N2 Flip, Pake Ini Auto Mirip Opa Korea
Saat itu ada bank yang mengalami likuidasi, dan pemerintah harus menggantikan semuanya. Namun, pemerintah tidak memberikan jaminan,” ujar Jusuf pada Rabu (7/6/2023).
Sejak itu, CMNP memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama). Namun, pembayaran tidak dapat dilakukan karena dianggap terkait dengan Bank Yama yang disebut berafiliasi dengan Mba Tutut, sementara Citra Marga adalah perusahaan terbuka.
Pada tahun 2012, Jusuf Hamka menggugat pemerintah ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi atas deposito yang belum dibayarkan tersebut.
Hasilnya, CMNP memenangkan gugatan tersebut dan pemerintah diwajibkan membayar utang beserta bunganya kepada perusahaan.
Namun, hingga tahun 2015, pembayaran belum dilakukan, sehingga Jusuf Hamka mengungkapkan bahwa utang pemerintah tersebut telah bertambah menjadi Rp 400 miliar akibat bunga yang terus mengalir.
“Karena saat itu pengadilan memerintahkan untuk membayar bunganya juga, akhirnya mencapai Rp 400 miliar hingga 2015,” ungkapnya.
Jusuf Hamka setuju untuk mengurangi jumlah kewajiban yang harus dibayar oleh pemerintah menjadi Rp 170 miliar, dengan janji bahwa pemerintah akan melakukan pembayaran dalam waktu 2 minggu setelah penandatanganan perjanjian.
Baca Juga:Sudah Tau Consortium Pembangunan Pelabuhan Patimban Subang Siapa Aja? Ini DaftarnyaOrang Subang Harus Bangga Punya Ini, Alasan Kenapa Pelabuhan Patimban Begitu Istimewa
“Kemudian, kami meminta agar diberikan diskon. Akhirnya disepakati Rp 170 miliar. Namun, setelah 2 minggu sejak penandatanganan perjanjian, kami tidak dibayar. Jadi, hingga saat ini jumlahnya mungkin sudah mencapai Rp 800 miliar,” tuturnya.
“Kami telah berbicara dengan Departemen Keuangan, baik secara lisan, tertulis, bahkan bertemu langsung dengan menteri. Namun, hingga sekarang hanya janji-janji belaka. Uang ini digunakan untuk pengembangan jalan tol kami, dan ini merupakan uang publik. Jika ada keputusan dari Mahkamah Agung, berarti kami benar. Tapi sekarang, tampaknya sedang diping-pong kanan-kiri,” lanjutnya.
Jusuf Hamka juga telah mengirim surat kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, namun hasilnya dilemparkan kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).