PASUNDAN EKSPRES – Sinar matahari pagi cemburu. Karena betapa mudahnya kita melihat polarisasi politik yang terjadi dimasyarakat setiap mendekati peristiwa elektoral.
Semilir angin sepoi-sepoi pun bingung karena dengan gampangnya, kita tergoda untuk memercayai informasi yang belum tentu benar, yang beredar dimedia sosial (medsos).
Semburat cahaya matahari pagi yang bertengger di pucuk pohon seolah cemas, dengan mudahnya orang menjadi pengamat yang relative cenderung menyalahkan pilihan yang tak sama dengan dirinya, hanya dengan memercayai narasi yang menyebar di medsos.
BACA JUGA: Pojokan 167, Kata
Peristiwa pemilihan kepala daerah dan presiden (elektoral) menjadi pemicu dari terjadinya polarisasi – keterbelahan masyarakat.
Pilihan yang beda terhadap proses kandisasi kadang menyebabkan kegaduhan politik.
Sebab para pengikut kandisasi akan menyebarkan berbagai narasi yang sengaja memancing kegaduhan politik dan sekaligus strategi politik gaduh.
Kegaduhan politik dan politik gaduh seolah menjadi bagian dari strategi untuk proses pemenangan elektroral.
Sebab kemenangan elektoral menjadi bagian penting untuk membangun relasi kuasa.
Dan untuk memenangkan kandidat yang dijagokan memerlukan relasi terhadap berbagai sumber daya dan akses teknologi berbasis AI (artificial intelligence).
LIHAT JUGA: Pojokan 166, Pamflet Calon
AI dipergunakan untuk membangun narasi yang diarahkan untuk membangun pengakuan dan identitas kandidat.
Biasanya buzzer digunakan untuk membangun branding kandidasi.
Sebab penting dalam peristiwa elektoral, kandidat diakui oleh masyarakat dalam hal apapun.
Kebutuhan akan pengakuan atas identitas seorang kandidat ini menurut Fukuyama, menentukan banyak hal dalam peristiwa di dunia termasuk dalam peristiwa elektoral.
BACA JUGA: Pojokan 165, Merdeka
Inilah yang disebut konsep thymos, yakni bagian dalam jiwa manusia yang selalu merasa dahaga akan pengakuan atas harga diri.
Konsep thymos ini yang digunakan oleh para pendukung kandidasi untuk mendapat pengakuan berbasis identitas diri atau kelompok.
Dan tak jarang basis identitas yang digunakan adalah agama, golongan dan kesukuan.
Dan pada gilirannya, dahaga atas pengakuan dan identitas inilah yang berpotensi membangun polarisasi dalam masyarakat.
Dan kadang media cenderung memainkan peran menguatkan polarisasi ketimbang meredam polarisasi.